Sritex Buka Suara Soal Potensi Didepak dari Bursa Efek
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 22 November 2021 12:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu perusahaan tekstil terbesar di tanah air, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex buka suara soal pemberitaan beberapa waktu terakhir yang menyebut perseroan berpotensi didepak dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Sritex menjelaskan bahwa mereka saat ini sedang menjalani protes Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak 6 Mei 2021.
"Hal ini membuat perusahaan tidak boleh membayar utang secara terpisah, dan harus mengikuti prosedur selama PKPU berjalan," kata Direktur Keuangan Sritex, Allan Moran Severino, dalam Keterbukaan Informasi BEI, Senin, 22 November 2021.
Baca juga: Sritex Targetkan Dana IPO Rp 15 Triliun
Kondisi tersebut, kata Allan, memicu suspend atau suspensi terhadap saham SRIL, kode saham Sritex, pada 18 Mei 2021. "Akibat tidak dibayarnya Medium Term Notes (MTN) sebesar US$ 25 juta," kata dia.
Sebelumnya, kabar mengenai Sritex ini disampaikan langsung oleh BEI. Mereka menyebutkan SRIL berpotensi dihapus dari pencatatan atau delisting.
Baca juga: Bagaimana Sritex Terjerat Utang Rp 17 Triliun
Pasalnya, perusahaan dengan kode saham SRIL itu telah disuspensi di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 dan kini memasuki bulan keenam tak diperdagangkan. "Masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Mei 2023," kata BEI dalam pengumumannya, dikutip Ahad, 21 November 2021.
Peraturan Bursa No I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) menyebutkan BEI dapat menghapus pencatatan saham perusahaan karena dua alasan
<!--more-->
Pertama, sesuai ketentuan III..3.1.1, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat. Pengaruh negatif yang dimaksud baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Allan kemudian menjelaskan lagi, batas maksimum PKPU adalah 270 hari atau 9 bulan. Sedangkan, batas maksimum untuk delisting adalah 24 bulan atau jauh lebih lama.
Sehingga, Sritex kini fokus untuk menyelesaikan proses PKPU dengan secepat dan sebaik-baiknya. "Sehingga diharapkan saham SRIL dapat kembali diperdagangkan seperti sedia kala," kata Allan.
Baca juga: Sebut Sritex Berpotensi Delisting, BEI: Saham Disuspensi Sejak 18 Mei 2021
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.