UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Begini Stafsus Sri Mulyani Sentil Said Didu
Reporter
Bisnis.com
Editor
Martha Warta Silaban
Sabtu, 9 Oktober 2021 16:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Said Didu dan Yustinus Prastowo perang argumen di Twitter terkait Undang-undang atau UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dalam cuitannya Jumat , 8 Oktober 2021, Said Didu melalui akun twitter-nya, @msaid_didu menyatakan bahwa UU Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP) yang disetujui Pemerintah dan DPR : 1) penghilangan sanksi pidana pengemplang pajak 2) pengurangan denda penunggak 3) tax amnesty (pengampunan pajak) terhadap pengakuan sukarela harta. Artinya orang kaya diberikan keringanan dlm hal pajak.
Cuitan itu disukai oleh 1060 pengguna twitter dan di-retweets sebanyak 391 kali. Salah satu pengguna twitter, @dimassatriae justru menimpali Rakyat kecil juga diberikan keringanan pak 1. UMKM sampai dengan 500juta bebas PPh 2. PPh 21 tarif 5% dinaikan jd 60jt yg sebelumnya 50jt Soal sanksi..emgnya orang kaya doang yg dapat sanksi pak? Yg kecil kan juga dpt...jd dimana ga adilnya pak?
Menanggapi pernyataan Said Didu, pada Sabtu, 9 Oktober 2021, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo melalui akun twitternya @prastow menyentil Said Didu. Pak @msaid_didu, moderasi sanksi ini sesuai perkembangan zaman dan bisnis. Dulu asumsi sanksi itu bunga bank yg masih tinggi. Hal lain: PPN sembako/jasa pendidikan/kesehatan dibebaskan, PTKP UMKM tak kena pajak, tarif pajak orang kaya naik, sengaja tak disebutkan? Monggo…<!--more-->
Unggahannya juga menyematkan beberapa infografis yang mementahkan argumen para pengritik UU HPP tersebut. Dilansir dari keterangan resmi Kemenkeu RI, RUU HPP bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang masih rendah, menutup celah praktik-praktik erosi perpajakan, instrumen untuk mewujudkan keadilan, serta memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, serta memperbaiki sistem perpajakan Indonesia.
Berikut poin-poin atau substansi yang terakomodasi dalam RUU HPP yang disahkan DPR RI, Kamis, 7 Oktober 2021.
1. Pajak Penghasilan (PPh)
- Adanya perbaikan pengaturan lapisan tarif PPh Orang Pribadi pada lapisan terendah yang saat ini sebesar Rp 60 juta.
- Penambahan lapisan tarif PPh Orang Pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun.
- Penambahan threshold peredaran bruto tidak kena pajak untuk UMKM.
- Pengaturan ulang tarif PPh Badan sebesar 22 persen.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
- Memberikan fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial.
- PPN Final untuk sektor tertentu agar lebih memberikan kemudahan bagi UMKM.
- Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen disepakati untuk dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025, dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.<!--more-->
3. Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPSWP)
- Memfasilitasi wajib pajak yang memiliki niat baik untuk patuh dan terintegrasi dalam sistem perpajakan.
4. Pajak Karbon
- Menetapkan peta jalan pajak karbon dan pasar karbon, serta menetapkan subjek, objek, dan tarif termasuk insentif.
5. Cukai
- Menegaskan ranah pelanggaran administratif dan prinsip ultimum remedium pada tindak pidana cukai untuk kepentingan penerimaan negara dan kepastian hukum.
6. Substansi yang dihapus/dibatalkan/dilonggarkan dalam RUU HPP:
- Ketentuan mengenai Alternative Minimum Tax (AMT) atau PPh minimum bagi perusahaan yang merugi selama 5 tahun fiskal sebesar 1 persen.
- Membatalkan ketentuan antipenghindaran pajak General Anti Avoidance Rule (GAAR). Menghapus Pasal 39B yang mengatur tentang tindak pidana perpajakan oleh Wajib Pajak Badan atau korporasi.
- Merelaksasi tarif dalam PPSWP sehingga jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang diusulkan oleh pemerintah.
Baca Juga: Sri Mulyani Jelaskan Jadwal Berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan