Babak Baru Bambang Trihatmodjo Vs Kementerian Keuangan Soal Utang SEA Games
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Kodrat Setiawan
Sabtu, 11 September 2021 21:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Proses gugatan Bambang Trihatmodjo terhadap tagihan utang SEA Games XIX 1997 terus berlanjut. Selasa depan, 14 September 2021, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bakal masuk ke agenda pemeriksaan persiapan kedua.
"Masih tahap pemeriksaan persiapan kedua untuk hakim memeriksa berkas gugatan," kata Prisma Wardhana Sasmita, kuasa hukum putra Presiden RI kedua Soeharto Bambang Trihatmodjo, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 11 September 2021.
Meski demikian, Prisma tetap menilai Bambang tidak seharusnya bertanggung jawab atas utang di hajatan tersebut. "Terkait gugatan TUN a quo, sebagai pribadi Pak Bambang keberatan jika dianggap bertanggung jawab atas hubungan hukum secara langsung antara konsorsium dan negara," kata Prisma.
Dalam kasus ini, pemerintah menagih utang yang berasal dari pinjaman negara untuk konsorsium mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997. Konsorsium itu diketuai Bambang, tapi belum dikembalikan sampai hari ini.
Di sejumlah pemberitaan disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani menagih utang sebesar Rp 50 miliar kepada Bambang. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kemenkeu, membantah dan menyatakan tidak pernah mempublikasikan angka tersebut. Sebab, nilai utang termasuk daftar informasi yang dikecualikan.
Aneka gugatan lalu terjadi di pengadilan. Penyebabnya: Sri Mulyani mencekal atau mencegah Bambang keluar negeri atas kasus piutang ini. Pencegahan dilakukan dua kali. Pada 11 Desember 2019 dan 27 Mei 2020.
<!--more-->
Adapun gugatan terbaru di PTUN Jakarta diajukan pada 25 Agustus 2021. Bambang menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I dan Kepala Kantor Wilayah, Dirjen, Kekayaan Negara DKI Jakarta, Kementerian Keuangan.
Dalam gugatan itu, majelis hakim diminta untuk menyatakan Bambang tidak memiliki kewajiban ke KPKNL Jakarta 1. Sebaliknya, hakim diminta menetapkan PT Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium, yang bertanggung jawab atas utang piutang yang terjadi.
Prisma lalu membeberkan alasan pihaknya menilai PT Tata Insani Mukti yang harus bertanggung jawab. Ia bercerita bahwa SEA Games XIX 1997 adalah ajang istimewa yang tidak dipersiapkan sebelumnya. "Karena Indonesia menggantikan Brunei yang mendadak mundur dari tuan rumah," kata dia.
Pemerintah saat itu meminta bantuan kepada mitra swasta untuk mengumpulkan dana SEA Games. Saat itu, dilakukan MoU antara PT Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Karena biayanya masih kurang, maka Sekretariat Negara memberi pinjaman kepada konsorsium.
Pada 1998, kata Primsa, sudah digelar audit dan diketahui biaya SEA Games yang dikeluarkan konsorsium sebesar Rp 156 miliar. Prima menyebut hasil audit itu pernah dilaporkan kepada pemerintah, tapi tidak direspons.
Selain itu secara kedudukan hukum, Prisma menilai konsorsium bukanlah badan hukum. Sebaliknya, perusahaan pelaksana konsorsium yaitu PT Tata Insani Mukti-lah yang memiliki kedudukan hukum.
<!--more-->
Untuk itulah, Bambang sempat menggugat Direktur Umum PT Tata Insansi, Bambang Riyadi Soegomo, pada 10 Februari 2021. Tapi pada 13 April 2021, gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu berakhir dengan perdamaian. "Telah inkrach di PN Jakarta Selatan, karena uang pribadi Pak Bambang banyak dipakai (dalam perkara ini)," kata Prisma.
Prisma menilai persoalan ini harus dilihat secara lengkap, yuridis, politis, sosiologis, dan historts. Sebab, negara awalnya justru tidak mengeluarkan dana APBN, dan malah dicarikan dananya oleh konsorsium," kata Prisma.
Meski demikian, Kemenkeu tetap berkeyakinan Bambang Trihatmodjo yang harus membayar utang tersebut. Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Lain-lain, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kemenkeu, Lukman Effendi memastikan penagihan ke Bambang akan terus dilakukan sampai utang kepada negara dinyatakan selesai. "Termasuk dengan upaya eksekusi oleh PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara)," kata Lukman kepada Tempo di Jakarta, Minggu, 7 Maret 2021.
Baca juga: Bambang Trihatmodjo Ajukan Banding atas Putusan PTUN, Respons Sri Mulyani?