RI Disebut Sulit Kembali jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas, Kenapa?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 30 Agustus 2021 17:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional alias Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan Indonesia akan sulit untuk kembali menjadi negara berpendapatan menengah ke atas apabila tetap bekerja seperti biasa atau business as usual.
"Akibat krisis, realisasi dan trajektori PDB per kapita kita tentu terkoreksi dan kalau kita tetap dengan business as usual tekanan kita untuk kembali ke upper middle income bergeser cukup jauh ke belakang," ujar Suharso dalam rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 30 Agustus 2021.
Suharso pun mengatakan tanpa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Indonesia akan sulit kembali ke kondisi pra-Covid-19 atau seperti tahun 2019. Karena itu sasaran pertumbuhan ekonomi pada tahun depan pon dipatok cukup tinggi, yaitu 5,2-5,8 persen. Angka itu lebih tinggi ketimbang asumsi ekonomi makro yang dipatok di 5,0 sampai 5,5 persen.
Angka tersebut juga lebih tinggi dari tahun 2020 dan outlook 2021. Pada 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07 persen. Sementara itu outlook pertumbuhan ekonomi pada keseluruhan tahun ini, menurut Suharso, adalah di kisaran 3,5 persen sampai 4,3 persen.
Karena itu, Suharso mengatakan meskipun masih berfokus kepada penanganan pandemi, pemerintah tetap harus mengambil kebijakan intervensi yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kita perlu satu keseimbangan antara kebijakan makro, stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, serta target jangka panjang," ujar Suharso.
<!--more-->
Bank Dunia sebelumnya menurunkan Indonesia dari kategori negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) pada 2019 menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income) pada 2020. Penurunan kelas ini terjadi seiring dengan melorotnya pendapatan per kapita Indonesia, dari US$ 4.050 pada 2019 menjadi US$ 3.870 pada 2020.
Kementerian Keuangan menyebut penurunan pendapatan per kapita hampir terjadi di semua negara di dunia. Penyebabnya adalah pandemi Covid-19. "Penurunan tingkat pendapatan per kapita selama masa pandemi ini tidak terelakkan," tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis, 8 Juli 2021.
Informasi tersebut disampaikan Bank Dunia dalam laporan World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022. Selain Indonesia, ada beberapa yang mengalami penurunan kelas yang ditampilkan yaitu Belize, Iran, Mauritius, Panama, Romania, dan Samoa.
Untuk itu, Suharso mengatakan tugas utama Indonesia saat ini adalah untuk mengatasi pandemi. Terlebih dengan adanya mutasi virus saat ini menjadi varian delta. Seperti diketahui, varian yang banyak tersebar di Indonesia dan beberapa negara lain saat ini adalah varian delta.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, kata Suharso, adalah dengan menggalakkan 5M alias mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Dengan demikian, penularan virus diharapkan bisa ditekan.
Baca: Sri Mulyani: Terus Terang, PPKM Beri Dampak Luar Biasa untuk Ekonomi