Kemenhub Sebut Angkutan Ilegal Merebak Selama Pandemi Covid-19
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 23 Juli 2021 15:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan angkutan ilegal marak terjadi selama pandemi Covid-19 di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Merebaknya angkutan ilegal terlihat dari data penindakan kasus pelanggaran lalu-lintas yang dihimpun Korlantas Polri.
“Belakangan begitu ada Covid-19 tampak marak angkutan ilegal. Yang dikhawatirkan adalah terjadinya ekosistem yang tidak sesuai dengan aturan kita,” ujar Budi Setiyadi dalam webinar, Jumat, 23 Juli 2021.
Budi mencontohkan angkutan ilegal bermunculan pada periode Lebaran 1442 Hijriah. Selama 12 hari Operasi Ketupat 2021, Korlantas Polri tercatat menindak 835 travel gelap. Travel gelap mengangkut penumpang tanpa syarat-syarat yang diatur selama pembatasan kegiatan masyarakat, seperti tes Covid-19.
Budi Setiyadi berujar menjamurnya angkutan ilegal akan merusak ekosistem transportasi resmi. Bagi operator yang telah terdaftar, munculnya angkutan gelap akan merugikan dari sisi pendapatan lantaran terjadi persaingan yang tidak sehat.
Sedangkan bagi masyarakat, angkutan ilegal mengancam dari sisi keselamatan karena penumpang tidak memiliki jaminan asuransi. Selain itu, angkutan ilegal tidak memiliki kepastian tarif.
Berdasarkan jenisnya, terdapat dua angkutan ilegal yang saat ini beroperasi. Pertama, angkutan pelat kuning dengan registrasi bodong alias tak dilengkapi dengan izin penyelenggaraan atau izin pengawasan. Angkutan ini muncul akibat operator resmi menjual armadanya ke perorangan.
<!--more-->
“Sehingga yang bersangkutan bisa hanya memiliki satu sampai tiga kendaraan dan itu tidak sesuai ketentuan,” ujar Budi Setiyadi.
Jenis pelanggaran kedua adalah angkutan pelat hitam atau mobil pribadi yang disulap sebagai angkutan travel yang membawa penumpang. Pelaku umumnya menggunakan mobil berjenis Luxio atau Elf. Penyedia layanna travel gelap biasanya menawarkan jasa menggunakan media sosial atau pesan instan.
“Angkutan ini ilegal dan tidak dijamin kelaikannya, tidak bisa diketahui status uji KIR-nya,” ujar Budi Setiyadi.
Budi Setiyadi pun menyebut Kemenhub tengah mendorong revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan untuk memberikan jaminan perlindungan kepada angkutan yang resmi serta masyarkat, menjaga keseimbangan supplay dan demand, dan melakukan evaluasi terhadap angkutan jalan. Pembahasan revisi undang-undang oleh Komisi V DPR akan dilakukan dalam waktu dekat.
BACA: Kemenhub Gelar Investigasi Kejadian Penumpang Pesawat Palsukan Tes PCR
FRANCISCA CHRISTY ROSANA