Terbang dengan Beban Berat, Begini Nasib Garuda Indonesia hingga AirAsia

Senin, 7 Juni 2021 05:21 WIB

Ilustrasi Garuda Indonesia dan Lion Air. Dok. TEMPO/Hariandi Hafid

TEMPO.CO, Jakarta – Lewat setahun pandemi berlangsung, maskapai penerbangan domestik, seperti Garuda Indonesia, Lion Air Group, Sriwijaya Air, hingga AirAsia menghadapi tekanan yang semakin sulit. Setelah membukukan laporan keuangan minus pada akhir 2020, kondisi bisnis maskapai pada paruh pertama awal 2021 belum juga pulih.

Garuda Indonesia yang sempat optimistis pada akhir tahun lalu harus kembali menelan pil pahit. Pada kuartal I 2021, napas maskapai penerbangan pelat merah tersengal-sengal karena beban yang ditanggung untuk membayar ongkos operasional pesawat per bulan jauh lebih besar ketimbang pendapatannya.

Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR 3 Juni lalu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan biaya operasi atau cost yang harus dikeluarkan setiap bulan oleh Garuda mencapai US$ 150 juta.

Sedangkan total pendapatan emiten berkode saham GIAA itu hanya sebesar US$ 50 juta saat ini. Kondisi tersebut menandakan bahwa Garuda merugi US$ 100 juta setiap bulan.

Situasi sulit ini membawa Garuda pada jerat utang yang semakin menumpuk. Terakhir, total utang Garuda mencapai US$ 4,5 miliar atau Rp 70 triliun. “Kalau kita melakukan restrukturisasi yang sifatnya fundamental, utang yang US$ 4,5 miliar dolar ini harus menurun di kisaran US$ 1-1,5 miliar,” tutur Kartika alias Tiko.

Nasib maskapai penerbangan swasta, AirAsia Indonesia, tak jauh beda. Sama-sama babak belur, pada 31 Desember, emiten berkode saham CMPP itu membukukan kerugian usaha sebesar Rp 2,8 triliun atau berbanding terbalik dari 2019 yang mencatatkan laba Rp 113,94 juta.
<!--more-->
Penurunan kinerja sejumlah maskapai tak hanya bersumber dari menurunnya jumlah penumpang domestik. Berkurangnya pendapatan juga diperparah oleh berhentinya hampir seluruh operasional penerbangan reguler yang mengangkut penumpang ke luar negeri.

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, sepanjang Januari hingga Desember 2020, jumlah penumpang pesawat rute mancanegara, baik menggunakan penerbangan nasional maupun asing, turun 80,61 persen. Total penumpang internasional hanya mencapai 3,7 juta orang selama satu tahun.

Bagaimana kondisi terkini maskapai-maskapai besar yang membuka layanan penerbangan reguler di Indonesia?

  1. Garuda Indonesia

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menggambarkan pandemi memberikan pukulan sangat berat bagi perusahaannya. Jumlah penumpang bahkan pernah menurun sampai 90 persen.

“Pandemi ini memang hit-nya gila-gilaan. Kita pernah drop sampai 90 persen,” ujar Irfan kala ditemui Tempo di kantornya, kompleks Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 4 Juni lalu.

Rata-rata penumpang maskapai ekor biru itu juga hanya 60 persen selama setahun. Pergerakan penumpang masih ditopang pada dua bulan pertama 2020 saat pandemi Covid-19 belum masuk ke Indonesia.
<!--more-->
Tak bisa mengandalkan bisnis penumpang reguler, Garuda akhirnya banting setir mengandalkan penerbangan kargo dan carter. Namun itu pun tak cukup menolong keuangan perusahaan. “Tetap saja hasilnya minus,” kata Irfan.

Garuda akhirnya melakukan sejumlah efisiensi, termasuk memangkas jumlah karyawan. Irfan mengatakan perusahaan telah mengurangi lebih dari 20 persen karyawan sejak pandemi Covid-19. Pengurangan dilakukan dalam skema pensiun dini dan percepatan masa kontrak. Jumlah karyawan GIAA yang semula 7.878 orang per 31 Desember 2019 pun pun menyusut tinggal 5.400 orang pada Juni 2021.

Perusahaan pun tengah mengkaji untuk memangkas rute-rute yang tidak profit. Bahkan, manajemen membuka opsi mengurangi jumlah frekuensi penerbangan, termasuk di rute favorit seperti Bali.

Di sisi lain, perusahaan juga mencari jalan lain untuk memperpanjang napas, seperti melakukan negosiasi dengan lessor untuk merestrukturisasi utang. Dari 36 lessor, lebih dari separuh di antaranya tengah diupayakan untuk perundingan ulang.

  1. Sriwijaya Air

Maskapai penerbangan Sriwijaya Air Group juga tengah menghadapi kondisi keuangan yang berat. Perusahaan bahkan telah menawarkan opsi resign atau pengunduran diri bagi karyawannya karena kesulitan likuiditas. Tawaran itu tertuang dalam memo perusahaan bernomor 139/INT/SJNAM/V/2021 tertarikh 21 Mei lalu.

“Kami sampaikan benar bahwa memo tersebut merupakan kebijakan resmi yang diambil oleh manajemen Sriwijaya Air Group,” tutur keterangan perusahaan melalui Corporate Communication Sriwijaya Air Group, 25 Mei.

Perusahaan beralasan kebijakan ini memberikan kepastian bagi karyawan yang sebelumnya dirumahkan lantaran pandemi Covid-19. Kebijakan merumahkan karyawan telah dilakukan sejak 25 September 2021. Memo itu telah dibagikan kepada seluruh karyawan dan ditandatangani oleh Direktur Sumber Daya Manusia Sriwijaya Air Group Anthony Raymond Tampubonon.
<!--more-->
Beban Sriwijaya tidak hanya bersumber dari menurunnya jumlah penumpang karena pandemi. Setahun tepat sebelum pagebluk, maskapai milik keluarga Chandra Lie itu sebetulnya sedang memulihkan kondisi perusahaan pasca-pecah kongsi dengan Garuda Indonesia. Sriwijaya memang sempat menjalin kerja sama oprasi dengan Garuda Indonesia, tapi bermasalah karena manajemen perusahaan mengaku merugi.

Belum juga kondisinya membaik, Sriwijaya Air dihadapkan dengan pandemi yang berlangsung setahun lebih. Kondisi bertambah berat setelah pesawat Sriwijaya Air SJ 182mengalami kecelakaan pada 9 Januari 2021. Di saat jumlah penumpang belum bergerak naik signifikan, maskapai harus bekerja memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Sriwijaya Air pasca-insiden kecelakaan.

  1. AirAsia

Kinerja keuangan AirAsia jeblok sepanjang 2020. AirAsia mengalami penurunan pendapatan sebesar 75,99 persen secara year on year. Jika pendapatan maskapai pada 2019 mencapai Rp 6,7 triliun; sepanjang tahun lalu perusahaan hanya mampu mengantongi Rp 1,61 triliun.

Sementara itu, emiten berkode CMPP tersebut tetap memiliki beban pengeluaran tinggi hingga Rp 4,41 triliun. AirAsia pun mencatatkan kerugian usaha sebesar Rp 2,8 triliun sepanjang 2020 atau berbanding terbalik dari 2019 yang mencatatkan laba Rp 113,94 juta.

Direktur Utama PT AirAsia Indonesia Tbk Dendy Kurniawan mengatakan, untuk meringankan tekanan di tengah sulitnya likuiditas, perusahaan mengurangi dampak pandemi dengan melakukan pengendalian biaya secara menyeluruh. Perusahaan melakukan promosi, juga memaksimalkan operasi jumlah pesawat sebanyak 20 unit menjelang akhir tahun.

Di samping itu, perusahaan melakukan restrukturisasi pembayaran kewajiban dengan melakukan renegosiasi dengan lessor, kreditor, dan vendor seperti yang dilakukan maskapai-maskapai lain. Selanjutnya, perusahaan menunda pengiriman pesawat, menangguhkan pengeluaran modal, mengurangi pengeluaran pemasaran, dan menunda pengeluaran diskresioner, termasuk acara sosial. Dengan berbagai upaya ini, AirAsia menurunkan total biaya operasional sebesar 34 persen pada 2020.

Seperti maskapai lainnya, AirAsia juga menggenjot peluang bisnis non-penumpang reguler, seperti dari layanan kargo dan carter. “Kami meningkatkan permintaan dengan dukungan aplikasi super digital AirAsia dan kolaborasi dengan para mitra, serta memperluas koneksi domestik,” tutur Dendy.
<!--more-->

  1. Lion Air

Pada 2020, Lion Air Group sempat memutuskan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja lokal dan asing berdasarkan masa kontrak kerja berakhir. Artinya, Lion Air tidak memperpanjang kontrak karyawan untuk seluruh jaringan maskapai perusahaan itu. Keputusan ini berlaku untuk maskapai Lion Air, Batik Air, dan Wings Air.

Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro pada Juli 2020 lalu menjelaskan keputusan berat tersebut diambil sebagai strategi untuk mempertahankan kelangsungan bisnis perusahaan. Perusahaan berupaya merampingkan operasi perusahaan, mengurangi pengeluaran, dan merestrukturisasi organisasi.

"Di tengah kondisi operasional penerbangan yang belum kembali normal sebagai dampak pandemi Covid-19,” ucap Danang.

Pada akhir 2020, di tengah menurunnya bisnis penerbangan, pemilik Lion Air Group, Rusdi Kirana, dikabarkan sedang mempersiapkan maskapai baru bernama Super Air Jet. Maskapai itu akhirnya resmi diperkenalkan pada Mei 2021.

Meski Lion Air menolak bahwa maskapai anyar itu tak berkaitan dengan grup perseroannya, akta perusahaan yang terbit pada Mei 2021 menampilkan keterlibatan orang-orang dari grup peswat berlogo singa merah.

Dalam akta perusahaan Super Ari Jet, disebutkan bahwa mayoritas saham perusahaan digenggam oleh PT Kabin Kita Top dengan jumlah 998 ribu lembar saham atau 99,8 persen. Sisanya dikuasai oleh individu bernama Rudy Lumingkewas, Direktur Lion Air, dan Achmad. Akta tersebut juga menampilkan nama Ari Azhari sebagai direktur dan Redi Irawan sebagai komisaris. Redi saat ini menjabat sebagai Direktur Operasional Wings Air, anak usaha Lion Air Group.
<!--more-->
Sedangkan Kabin Kita Top adalah perusahaan tertutup yang didirikan pada Desember 2019. Akta perusahaan Kabin Kita Top mencantumkan Farian Kirana, CEO Lion Parcel, sebagai direktur, dan Davin sebagai komisaris. Kepada Tempo, Farian mengakui dirinya merupakan pemilik Kabin Kita Top bersama Davin Kirana, putra pendiri Lion Air, Rusdi Kirana.

Farian menolak jika Super Air Jet berkaitan dengan Lion Air. “Keterangan resmi akan segera dirilis,” kata Farian kepada Tempo, beberapa waktu lalu.

Dalam keterangan tertulis, Ari Azhari juga tidak menyebutkan secara langsung bahwa Super Air Jet didirikan oleh keluarga Rusdi. Ia hanya membagikan kabar bahwa pesawat itu diinisiasi praktisi yang telah memiliki pengalaman dalam mengelola dan menjalankan operasional penerbangan.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Baca juga: Perjanjian Obligasi Wajib Konversi Garuda Indonesia Sedang Direvisi

Advertising
Advertising

Berita terkait

Konflik Iran-Israel, Aria Bima Tegaskan Peran Penting BUMN untuk Penguatan Ekspor

15 jam lalu

Konflik Iran-Israel, Aria Bima Tegaskan Peran Penting BUMN untuk Penguatan Ekspor

Pemerintah harus cermat menerapkan strategi, salah satunya melalui diplomasi perdagangan

Baca Selengkapnya

Bos Garuda Indonesia Respons Kebijakan Kemenhub yang Pangkas Jumlah Bandara Internasional

1 hari lalu

Bos Garuda Indonesia Respons Kebijakan Kemenhub yang Pangkas Jumlah Bandara Internasional

Maskapai Garuda Indonesia belum ada rencana menambah perjalanan internasional dari bandara yang lain.

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

2 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

3 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

4 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Waka BIN Apresiasi Generasi Muda Hindu dalam Acara Dharma Santi Nasional

4 hari lalu

Waka BIN Apresiasi Generasi Muda Hindu dalam Acara Dharma Santi Nasional

Wakil Ketua Badan Itelijen Negara (BIN) I Nyoman Cantiasa mengapresiasi acara puncak Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Saka 1946.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

4 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

4 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya

Menhub Budi Karya Minta Jepang Berkoordinasi dengan BUMN soal Pengembangan Konektivitas Transportasi IKN

4 hari lalu

Menhub Budi Karya Minta Jepang Berkoordinasi dengan BUMN soal Pengembangan Konektivitas Transportasi IKN

Menhub Budi Karya membahas rencana pengembangan jaringan transportasi di Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara dengan Jepang.

Baca Selengkapnya

Cara Download Safe Exam Browser untuk Tes Online BUMN 2024

4 hari lalu

Cara Download Safe Exam Browser untuk Tes Online BUMN 2024

Berikut ini cara download Safe Exam Browser untuk tes online pertama Rekrutmen Bersama BUMN 2024 bagi perangkat Windows atau MacOS.

Baca Selengkapnya