Indef: Tidak Ada Alasan Pengawasan Perbankan Kembali ke BI

Selasa, 30 Maret 2021 17:54 WIB

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, saat meresmikan pencanangan program pendirian LKD dan menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama, OJK dan Kemendes di Gedung Grahadi Surabaya, Rabu (21/10).

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, berpendapat Rancangan Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan tidak akan mengembalikan fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).

Ia yakin pemerintah tidak akan mengambil kebijakan tersebut karena tidak memiliki urgensi.

“Pemerintah tidak akan mengarah ke sana. Kalau toh ada, itu kemarin hanya wacana. Rasa-rasanya tidak ada alasan (pengawasan perbankan) kembali lagi ke Bank Indonesia,” ujar Aviliani dalam acara diskusi publik yang digelar secara virtual oleh Infobank pada Selasa, 30 Maret 2021.

Aviliani mengatakan revisi undang-undang tersebut akan berfokus pada perbaikan fungsi dari masing-masing lembaga keuangan dan otoritas moneter yang meliputi BI, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS. RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) diusulkan pemerintah sejak 2019. RUU itu telah ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas pada 2021.

Menurut Aviliani, pembahasan RUU PPSK mendesak dilakukan, khususnya untuk penguatan fungsi LPS, dan mencegah perbankan menghadapi risiko kredit macet setelah pandemi Covid-19. Ia pun menilai ada berbagai aturan yang perlu direvisi untuk memitigasi krisis pada masa mendatang.

Advertising
Advertising

<!--more-->

Sejak 2018, Aviliani menilai krisis keuangan yang terjadi secara global memiliki interval waktu yang lebih pendek. Bahkan, krisis dapat terjadi 2-3 tahun sekali. Karena itu, perlu kebijakan yang mampu memberikan jaminan kepada sektor keuangan, yang disesuaikan dengan kondisi pada masa depan dan memiliki sifat berkelanjutan.

“Pada saat pandemi Covid-19 bank dianggap memiliki kinerja yang bagus dan itu dilihat dari dana pihak ketiga yang justru naik melebihi ekspektasi. Tapi ini masalah waktu. Jangan sampai kinerja bank tiba-tiba buruk orang jadi orang tidak percaya,” ujar Aviliani.

Di sisi lain, Aviliani meminta pemerintah sebagai pengusul RUU PPSK mempertimbangkan BI tetap memiliki kebijakan monetisasi burden sharing untuk menjaga tingkat suku bunga dan memungkinkan bank sentral membeli SBN di pasar primer. Ia juga meminta pemerintah tetap menjaga independensi BI.

“Kalau untuk OJK so far sepengawasan sekarang sudah jauh lebih baik. Bahkan OJK akan mengarah ke principal base,” tutur peneliti Indef ini.

BACA: OJK: Penurunan Bunga Kredit Tak Pengaruhi Jumlah Penyaluran Kredit Perbankan

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Berita terkait

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

32 menit lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Pengamat Nilai Polisi Berantas Judi Online Tak Sentuh Bandar Level Atas

7 jam lalu

Pengamat Nilai Polisi Berantas Judi Online Tak Sentuh Bandar Level Atas

Pengamat kepolisian mengatakan problem pemberantasan judi online beberapa waktu lalu marak penangkapan tapi tak sentuh akar masalah.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

18 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

19 jam lalu

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

Satgas Pasti menemukan 537 entitas pinjol ilegal di sejumlah situs dan aplikasi sepanjang Februari hingga Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

1 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

1 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

1 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

1 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

1 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

2 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya