Sri Mulyani Terbitkan Beleid Keringanan Utang bagi Debitur Kecil
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 26 Februari 2021 17:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021.
"Latar belakangnya, kami ingin menyelesaikan piutang negara yang sudah lama di PUPN, serta kami ingin merapikan dan membereskan tata kelola piutang negara," ujar Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain DJKN Kementerian Keuangan, Lukman Efendi, dalam konferensi video, Jumat, 26 Februari 2021.
Lukman berujar saat ini ada sedikitnya 36.283 debitur yang memenuhi kriteria keringanan utang dari pemerintah, dengan nilai piutang total mencapai Rp 1,17 triliun.
Lukman mengatakan Program Keringanan Utang ditujukan kepada para pelaku UMKM dengan pagu kredit paling banyak Rp 5 miliar, debitur Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) sampai dengan Rp 100 juta, dan debitur lainnya dengan sisa kewajiban Rp 1 miliar.
"Piutang yang menjadi objek keringanan adalah yang pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020," ujar Lukman.
Melalui Program Keringanan Utang dengan mekanisme crash program, Lukman berujar para debitur dengan kriteria di atas diberikan keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara.
<!--more-->
Keringanan tersebut antara lain pengurangan pembayaran pelunasan utang yang meliputi keringanan utang pokok, seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lain, serta tambahan keringanan utang pokok.
Besaran tarif keringanan yang diterapkan mulai dari 35 persen hingga 60 persen untuk sisa utang pokok, dengan tambahan keringanan sebesar 50 persen apabila lunas sampai dengan Juni 2021, 30 persen pada Juli sampai dengan September 2021, dan 20 persen pada Oktober sampai 20 Desember 2021.
Sementara itu, moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara, hanya diberikan kepada debitur yang juga memiliki kondisi khusus, yaitu terbukti terdampak pandemi Covid-19 dan pengurusan Piutang Negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status bencana nasional pandemi Covid-19.
Lukman mengatakan moratorium yang diberlakukan ialah penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain, penundaan pelaksanaan lelang, dan/atau penundaan paksa badan hingga status bencana nasional pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir oleh pemerintah.
Program Keringanan Utang tidak berlaku untuk piutang negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan, piutang negara yang berasal dari ikatan dinas, piutang negara yang berasal aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL), serta piutang negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya.
Program Keringanan Utang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang diteken Sri Mulyani itu diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu stimulus ekonomi bagi masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah mengajak masyarakat, khususnya para debitur atau penanggung utang, dapat aktif berpartisipasi pada program ini dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) paling lambat tanggal 1 Desember 2021.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Membaik di Awal Tahun