Terungkap Modus Anak Usaha Semen Cina yang Dihukum Denda Rp 22,35 M oleh KPPU
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 17 Januari 2021 13:31 WIB
TEMPO.CO, Balikpapan - Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU telah menghukum denda sebesar Rp 22,35 miliar kepada anak perusahaan dari Conch Group Cina, yakni PT Conch South Kalimantan Cement (CONCH).
Hukuman denda dikenakan karena perusahaan tersebut terbukti menjual produknya di bawah harga wajar dengan tujuan akhir monopoli pasar. “Terlapor terbukti melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Ketua Majelis Komisi Ukay Karyadi Selasa, 12 Januari 2021.
Dalam pasal 20 UU Nomor 5 1999 tentang Persaingan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan: pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah.
"Dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,” seperti dikutip dari keterangan KPPU.
Dalam keterangannya, KPPU menjelaskan pada tahun 2015, CONCH di Kalimantan Selatan menjual produknya berupa semen jenis Portland Composite Cement (PCC) seharga Rp 58.000 per zak 50 kg. Sementara Semen Gresik dari BUMN Semen Indonesia untuk berat dan kemasan yang sama dibanderol antara Rp 60.000- Rp 65.000.
Demikian pula pada tahun-tahun berikutnya, yang perlahan-lahan membuat semen dari luar Kalimantan tersingkir dari pasar. Hal tersebut disampaikan salah satunya oleh Budi, pemilik toko bahan bangunan di Balikpapan.
“Perbedaan harga itu mungkin terlihat kecil, tapi bagi pembeli untuk proyek misalnya, yang membeli dalam jumlah besar, maka beda harga itu jadi cukup lumayan,” ucap Budi.
<!--more-->
Budi menyebutkan, dengan penentuan harga itu, pembeli dalam jumlah kecil pun akan secara alamiah memilih semen dengan harga termurah. Namun, harga murah yang menguntungkan konsumen tersebut ternyata merupakan praktik banting harga di bawah modal produksi per zak.
Berdasarkan proses persidangan yang mulai digelar pada 23 Juni 2020 dan telaah Majelis Komisi pada alat bukti yang diperoleh, terbukti CONCH melakukan jual rugi di tahun 2015 dan menjual di harga selalu di bawah harga pasaran semen PCC di Kalimantan Selatan sampai 2019. Hal ini dibuktikan Majelis Komisi dalam Laporan Keuangan di tahun 2015, CONCH mengalami kerugian sebagai akibat dari perilaku tersebut.
Sementara penetapan harga yang sangat rendah disimpulkan melalui alat bukti yang menunjukkan harga jual rata-rata CONCH lebih rendah dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya untuk penjualan semen jenis PCC di wilayah Kalimantan Selatan.Ongkos angkut semen dari pabrik di Jawa ke Kalimantan Selatan diperhitungkan tidak membuat beda harga sangat besar.
Majelis Komisi juga menemukan bahwa CONCH secara kepemilikan dikendalikan oleh Anhui Conch Cement Company Limited selaku induk utama perusahaan multinasional yang memiliki kemampuan finansial yang kuat dan berpeluang besar untuk menguasai industri semen secara global.
Dengan dukungan tersebut, CONCH memiliki kemampuan dan kekuatan modal finansial untuk menjalankan strategi bisnis dari proses produksi hingga pemasaran, termasuk strategi penetapan harga agar lebih murah dibandingkan harga pasar atau dari harga pelaku usaha pesaingnya.
Akibat praktik tersebut, kata Karyadi, sedikitnya 5 merek semen terlempar dari pasar Kalimantan Selatan meninggalkan CONCH sendirian. “Ini praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,” ucapnya.
Oleh karena itu KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp 22,38 miliar tersebut dan harus disetor ke kas negara begitu putusannya berkekuatan hukum tetap. Perusahaan terlapor masih berhak mengajukan banding atas putusan tersebut.
ANTARA
Baca: Harga Kedelai Naik, KPPU Akan Panggil Kementan dan Pelaku Usaha