Kendalikan Impor, Kemenperin Wacanakan Kenaikan Tarif Bea Masuk APD
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 10 Desember 2020 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah memberlakukan bea masuk untuk importasi masker bedah, pakaian pelindung medis, sarung tangan hingga pakaian bedah. Bea masuk ini diberlakukan seiring diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149/PMK.04/2020 tentang pemberian fasilitas impor barang penanganan pandemi Covid-19. a
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh mengatakan kebijakan itu merupakan salah satu upaya mengurangi pasokan impor.
"Mengingat terjadinya oversupply didalam negeri maka pos tariff yang diberikan kemudahan impor hanya untuk masker N95. Untuk APD dan masker medis sudah tidak diberikan pembebasan bea masuk sejak Oktober," ujar Elis kepada Tempo, Rabu 9 Desember 2020.
Elis berujar kondisi pasar masker bedah dalam negeri terganggu akibat peningkatan impor dengan harga yang sangat murah, bahkan bisa di bawah Rp 20 ribu per kotak atau 50 lembar. Sementara itu, harga produk dalam negeri sekitar Rp 40-50 ribu per kotak.
Tingginya impor dengan harga yang jauh lebih murah menyebabkan penurunan tingkat utilisasi produksi rata-rata menjadi 20-30 persen dari kapasitas yang ada.
Bahkan, kata Elis, sebagian besar industri mempunyai stok masker yang sulit untuk dijual ke pasar dalam negeri. Menurut Elis, perlu adanya pengendalian impor masker bedah melalui hambatan tarif atau non tarif melalui pengaturan tata niaga impor.
<!--more-->
Elis juga berujar perlu ada penyesuaian tarif bea masuk atas masker bedah ini agar produk dalam negeri dapat tetap bersaing di dalam negeri dengan kualitas yang terjaga.
"Lewat hambatan tarif, bisa dengan menaikkan bea masuk, baik berupa pajak ad valorem atau tarif spesifik. Kalau hambatan non tarif bisa berupa spesifikasi teknis. Ini masih diusulkan," tutur Elis.
Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) Suharno Rusdi berujar murahnya produk APD impor terjadi karena harga bahan baku negara eksportir lebih murah dibandingkan yang diproduksi dalam negeri. Turunnya harga minyak dan gas dunia berdampak pada turunnya harga bahan baku APD yang sebagaian besar dibuat dari serat-serat sintetik.
Sebagai gambaran, kata dia, harga serat melt-blown PP grade 1500 di Cina sekarang turun sekitar 75 persen dari ¥ 80.000 per ton menjadi ¥20.000 per ton jika dibandingkan awal tahun 2020.
Demikian juga harga serat jenis high-melt-blow index PP juga turun dari ¥ 30.000/ton turun menjadi ¥ 8.400/ton sejak dua bulan lalu. Sementara produsen APD dalam mengimpor bahan baku di saat harga masih tinggi, sehingga produk jadinya juga terpaksa harus dijual dengan harga tinggi.
Pemerintah sudah menerbitkan PMK 134/2020 yang membebaskan bea masuk bahan baku APD, namun hal itu tidak cukup. "Iinsentif tersebut tidak akan cukup karena besarnya nilai bea masuk bahan baku APD lebih kecil jika dibandingkan dengan tren penurunan harga bahan baku APD dunia. Pemerintah harus menaikkan pajak impor produk APD sebelum produsen APD kita mati," tutur Suharno.
Baca: Cuan Kotos, Ekspor APD, Masker hingga Antiseptik Naik 252 Persen
LARISSA HUDA