OJK Siapkan Beleid Lebih Rinci untuk Atur 4 Jenis Fintech

Senin, 9 November 2020 19:37 WIB

Logo OJK. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Nurhaida menyatakan pihaknya akan melengkapi aturan lebih rinci terkait empat jenis fintech, terutama yang mulai ramai digunakan masyarakat.

Hingga kini, kata dia, baru ada aturan khusus terkait fintech peer to peer lending atau P2P lending dan equity crowdfunding (ECF). Padahal setidaknya ada 18 klaster fintech dalam Grup Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK dalam cakupan POJK No 13/2018.

Beleid lebih rinci yang akan dikeluarkan OJK nantinya mencakup aturan dalam penelitian dan pendalaman terhadap para perusahaan fintech penyelenggara IKD, yang dinamai mekanisme regulatory sandbox. Selama masuk dalam pengawasan grup IKD OJK, para penyelenggara akan melewati tiga lapis perizinan, yakni tercatat, terdaftar, dan berizin.

Ke depan, menurut Nurhaida, untuk masing-masing klaster, ada yang perlu diatur lebih lanjut karena ada hal spesifik dan tersendiri. "Saat ini yang urgent atau perlu segera diatur paling tidak ada empat," katanya.

Keempat jenis fintech itu adalah klaster aggregator, project financing, financial planner, dan credit scoring. "Dasarnya kenapa dibilang urgent, karena misalnya, pemainnya sudah banyak seperti aggregator. Ada juga yang penggunanya sudah banyak, sehingga dianggap perlu segera diatur," ucap Nurhaida.

<!--more-->

Advertising
Advertising

Hal tersebut disampaikan Nurhaida dalam diskusi virtual dan peluncuran Indonesia Fintech Society (IFSoc) bertajuk Peranan Fintech dalam Pemulihan Ekonomi Nasional.

Ketua IFSoc Mirza Adityaswara sebelumnya menjelaskan bahwa pihaknya hadir untuk membantu regulator, asosiasi, dan pemerintah dalam penelitian dan pemikiran terkait masa depan fintech. Ia berharap, dengan begitu, literasi masyarakat akan tumbuh dengan cepat apabila segala sesuatu mengenai fintech diramaikan dengan analisis dan perhatian mendalam dari para intelektual di bidangnya, lewat IFSoc sebagai jembatan.

Mirza mencontohkan, selama ini bila otoritas moneter menurunkan atau menaikkan suku bunga, banyak pihak yang menganalisis. Begitu juga bila pemerintah menaikkan atau menurunkan defisit fiskal.

"Tapi kalau kebijakan terkait digital ekonomi, dunia analisis sunyi-senyap. Kenapa? Karena memang pengetahuan masyarakat dan akademi terkait ini, belum sebaik pemahaman terkait moneter dan pasar keuangan dan APBN. Kami hadir memberikan ruang bagi berkembangnya pemikiran," ucap Mirza.

BISNIS

Baca: Tabungan Nasabah Raib, OJK Minta Maybank Indonesia Perbaiki Pengawasan Internal

Berita terkait

YLKI Kirim Surat ke Satgas Pasti, Minta Pemberantasan Pinjol Sampai ke Akarnya

2 hari lalu

YLKI Kirim Surat ke Satgas Pasti, Minta Pemberantasan Pinjol Sampai ke Akarnya

Kabid Pengaduan YLKI Rio Priambodo mengungkapkan, lembaganya telah mengirim surat kepada Satgas Pasti terkait aduan konsumen Pinjol ilegal.

Baca Selengkapnya

Pengamat Nilai Polisi Berantas Judi Online Tak Sentuh Bandar Level Atas

2 hari lalu

Pengamat Nilai Polisi Berantas Judi Online Tak Sentuh Bandar Level Atas

Pengamat kepolisian mengatakan problem pemberantasan judi online beberapa waktu lalu marak penangkapan tapi tak sentuh akar masalah.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

2 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

3 hari lalu

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

Satgas Pasti menemukan 537 entitas pinjol ilegal di sejumlah situs dan aplikasi sepanjang Februari hingga Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

3 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

3 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

3 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya

Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, BTN Usulkan Skema Dana Abadi

3 hari lalu

Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, BTN Usulkan Skema Dana Abadi

PT Bank Tabungan Negara (BTN) usulkan skema dana abadi untuk program 3 juta rumah yang digagas Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

3 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

4 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya