Cadangan Minyak Kian Menipis, Ini Rencana Menteri ESDM Tekan Impor BBM
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 21 Oktober 2020 15:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan sejumlah strategi pemerintah dalam menghadapi terus menipisnya cadangan minyak di dalam negeri.
Arifin menyebutkan, turunnya cadangan minyak yang memicu semakin tingginya ketergantungan akan impor BBM, harus dikurangi. Pasalnya, impor BBM menyebabkan neraca perdagangan membengkak.
“Pemerintah serius untuk mengurangi impor BBM dengan peningkatan biodiesel dan penambahan kapasitas kilang baru,” tutur Arifin saat menjadi pembicara kunci dalam acara Tempo Energy Day pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Arifin menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki kapasitas sumber energi sebesar 70,96 gigawatt. Dari kapasitas energi tersebut, 35,36 persen energi berasal dari batu bara; 19,36 persen berasal dari gas bumi; 34,38 persen dari minyak bumi; dan energi baru terbatukan alias EBT sebesar 10,9 persen.
Dari kapasitas tersebut, Arifin mengatakan kapasitas EBT akan dimaksimalkan mencapai 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050. Bauran pemanfaatan EBT akan menekan ketergantungan negara pada impor BBM.
<!--more-->
Apalagi, Indonesia memiliki potensi sumber energi baru dengan jumlah yang besar, yakni mencapai 400 gigawatt. Dari jumlah itu, baru sekitar 10 gigawatt atau 2,5 persen yang dimanfaatkan.
Optimalisasi EBT juga akan mendukung percepatan implementasi kendaraan listrik untuk sarana transportasi massal maupun pribadi. Dengan begitu, jumlah kendaraan berbahan bakar bensin dapat ditekan.
“Kami melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 sudah mengatur tentang stasiun pengisian bahan bakar kendaraan listrik untuk mendukung akselerasi,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, impor migas Indonesia pada periode 2014-2018 terus mengalami peningkatan. Pada 2014, total volume impor migas mencapai 48,869 juta ton.
Kemudian pada 2015 volume impor migas sebesar 48,309 juta ton; 2016 sebesar 48,325 juta ton; 2017 sebesar 50,37 juta ton; dan 2018 sebesar 49,216 juta ton. Defisit neraca perdagangan karena tingginya V migas pada 2018 mencapai US$ 12,69 miliar.
Baca: Menteri ESDM: Cadangan Minyak Bumi di Indonesia Hanya Cukup untuk 9 Tahun