Bea Meterai Rp10 Ribu, Stafsus Sri Mulyani Bandingkan di Korsel Rp 4,5 Juta

Rabu, 30 September 2020 15:47 WIB

Yustinus Prastowo. antaranews.com

TEMPO.CO, Jakarta - Staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membandingkan tarif bea meterai di Indonesia dengan beberapa negara lain. Salah satunya yaitu tarif di Korea Selatan yang bisa mencapai 350 ribu won atau sekitar Rp4,5 juta.

Sementara di Indonesia hanya Rp10.000. "Struktur tarif bea materai kita (Indonesia) relatif lebih sederhana dan ringan," kata Prastowo dalam konferensi pers di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu, 30 September 2020.

Kemarin, Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR resmi mengesahkan Rancangan UU Bea Meterai. Dengan undang-undang yang baru, tarif bea meterai Rp10.000 akan mulai berlaku 1 Januari 2021, dari sebelumnya Rp3000 dan Rp6000.

Prastowo juga mengatakan bahwa di Indonesia nilai nominal transaksi paling rendah adalah Rp5000 atau 0,2 persen. Di negara lain bervariasi. Singapura 1 hingga 12 persen dan Australia 5,57 persen. "Jadi penyesuaian tarif ini cukup moderat," kata Prastowo.

Di sisi lain, UU baru ini akan merevisi ketentuan lama yaitu UU Nomor 13 Tahun 1985, yang sudah berlaku selama 35 tahun. Saat itu, tarifnya Rp500 dan Rp1000. Lalu pada tahun 2000, naik 6 kali lipat jadi Rp3000 dan Rp6000.

Advertising
Advertising

<!--more-->

Sejak tahun 2000, tarif bea materai belum naik lagi selama 20 tahun. Akan tetapi, Prastowo menyebut PDB per kapita Indonesia sudah naik dua kali lipat dalam rentang waktu tersebut."Jadi sudah ada perubahan signifikan terhadap kondisi perekonomian," kata dia.

Sehingga, Prastowo mengatakan kenaikan tarif ini sudah sangat mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Walau demikian, Prastowo mengatakan penekanan utama dari UU baru ini sebenarnya bukan pada optimalisasi penerimaan lewat kenaikan tarif.

Sebab, porsi penerimaan pajak dari tarif bea meterai tidaklah besar. Penekanan justru ada pada perbaikan administrasi, efektifitas pengawasan, dan perlakuan yang sama, antara dokumen cetak dan dokumen elektronik.

Salah satunya karena di UU baru ini mengatur cara penerapan bea materai di dokumen elektronik. Perkembangan zaman telah membuat penggunaan dokumen elektronik semakin masif. Tapi belum diatur soal bea meterai di dalamnya.

Sehingga, UU baru ini lahir untuk memberikan perlakuan yang sama. Untuk menghindari kesan ketimpangan, ketika dokumen fisik selalu mematuhi tarif bea meterai, tapi yang digital seolah-olah tidak. "Itu yang merupakan intensi dari UU ini," ujarnya.

BACA JUGA: Sah, Tarif Bea Meterai Naik Jadi Rp 10 Ribu per 1 Januari 2021

FAJAR PEBRIANTO

Berita terkait

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

3 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

3 hari lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya

Menteri Keuangan Israel Serukan Penghancuran Total Gaza

4 hari lalu

Menteri Keuangan Israel Serukan Penghancuran Total Gaza

Menteri Keuangan Israel menyerukan penghancuran total Kota Rafah, Deir al-Balah, dan Khan Younis di Jalur Gaza.

Baca Selengkapnya

Respons Sri Mulyani Soal Sorotan Publik ke Bea Cukai, Berikut Tips Hindari Denda Barang Impor

5 hari lalu

Respons Sri Mulyani Soal Sorotan Publik ke Bea Cukai, Berikut Tips Hindari Denda Barang Impor

Kerap kali barang impor bisa terkena harga denda dari Bea Cukai yang sangat tinggi. Bagaimana respons Menteri Keuangan Sri Mulyani?

Baca Selengkapnya

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

5 hari lalu

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB Indonesia tahun 2024 dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.

Baca Selengkapnya

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

5 hari lalu

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tanggapi kasus penahanan hibah alat belajar SLB oleh Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

8 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

8 hari lalu

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran bantuan sosial atau Bansos selama Januari-Maret 2024 mencapai Rp 43 triliun.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

8 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

8 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya