Dampak PSBB, Taksi Express Hadapi Masalah Utang Sampai PHK
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Rahma Tri
Minggu, 5 Juli 2020 13:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) yang merupakan pengelola Taksi Express kini tengah menghadapi tekanan yang luar biasa akibat pandemi Covid-19. Direktur Utama Taksi Express, Johannes BE Triatmojo mengatakan, masalah utama yang dihadapi perseroan sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah penghentian sementara operasional taksi sejak 10 April 2020.
"Hingga kini pembatasan operasional ini masih berlangsung untuk segmen-segmen usaha Perseroan dan Entitas Anak baik di Jadetabek maupun luar kota," kata Johannes seperti dikutip dari Keterbukaan Informasi BEI, Ahad 5 Juli 2020.
Dia menjelaskan, penghentian dan atau pembatasan operasional itu terutama disebabkan oleh adanya pemberlakuan PSBB, serta penurunan permintaan atas layanan transportasi umum. Adapun jenis kegiatan yang mengalami penghentian sementara antara lain, pembatasan operasional pada taksi reguler dan taksi premium baik di Jadetabek maupun luar kota, lalu layanan penyewaan kendaraan dan layanan limousine di Jakarta dan Bali serta layanan penyewaan bus di Jadetabek.
Masalah lain, Johannes pun menjelaskan, terkait penurunan jumlah karyawan dari 471 orang pada Desember 2019 menjadi hanya tersisa 390 untuk saat ini. Menurutnya, pemangkasan karyawan atau PHK tersebut merupakan bagian dari penyelesaian atas masa kontrak karyawan Taksi Express yang sejalan dengan restrukturisasi internal perseroan. Hal itu juga berkaitan erat dengan kondisi bisnis yang menurun sebagai dampak dari pandemi COVID-19.
"Sejumlah 390 karyawan perseroan terkena dampak selain PHK, yakni pemotongan gaji 40 persen dari total gaji per bulan. Ini diperkirakan akan berlangsung hingga periode yang belum dapat ditentukan saat ini," kata Johannes.
<!--more-->
Dia mengatakan, pihak perseroan pun belum dapat menyampaikan rencana PHK atau pemotongan jadi dengan persentase yang lebih tinggi kepada karyawan. Namun, perusahaan akan terus memantau serta mengevaluasi dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja perseroan.
Terkait beban utang yang dipikul perseroan, Johannes menyebut kewajiban keuangan jangka pendek per 31 Maret 2020 adalah Rp 681,9 miliar. Angka ini merujuk pada laporan keuangan interim Perseroan yang disampaikan pada tanggal 30 Juni 2020.
Sebagian besar kewajiban keuangan perseroan per 31 Maret 2020 terdiri dari utang obligasi sebesar Rp 549,1 miliar, dan utang bunga tertunggak serta denda sebesar Rp 90 miliar merujuk kepada hasil restrukturisasi obligasi. Kemudian utang pajak senilai Rp 5,8 miliar, dan utang jangka pendek kepada pihak ketiga sebesar Rp 37 miliar.
Adapun cara perseroan untuk mengurangi utang obligasi, kata Johannes, adalah dengan menjual aset non-core dan non produktif. Kemudian, program-program efisiensi biaya lainnya adalah menerapkan kebijakan anggaran yang ketat.
Express Group pun saat ini telah menerima Surat Panggilan Sidang Perkara Gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak 30 Juni 2020. Gugatan tersebut berkaitan dengan permohonan PKPU yang diajukan Ny. H Asma terhadap perseroan melalui surat nomor 37/PAS/10-VI/2020 tertanggal 10 Juni 2020 yang diterima oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal yang sama.
"Sidang Pertama Perkara Gugatan PKPU tersebut telah dilakukan pada tanggal 2 Juli 2020. Dapat kami sampaikan bahwa Perseroan akan selalu menghormati dan mematuhi proses hukum yang
akan dijalani," kata Johannes.
EKO WAHYUDI