Ada Dugaan Kasus Korupsi Impor Tekstil, Ini Langkah Kemenkeu
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Jumat, 26 Juni 2020 12:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan memastikan ketegasannya dalam penegakan peraturan jika ada pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran. Kendati demikian, kementerian juga tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah terkait adanya pegawai yang diduga terlibat dalam dugaan pelanggaran impor tekstil 27 kontainer dari Batam ke Jakarta.
Kasus yang diduga tergolong korupsi ini dilakukan oleh dua perusahaan yaitu PT PGP dan PT FIB pada tanggal 2 Maret lalu. "Inspektorat Jenderal Kemenkeu mengungkapkan keseriusan jajaran Kemenkeu khususnya Bea Cukai dalam menangani kasus tersebut yang berujung pada penangkapan seorang berinisial IR (Direktur PT PGP sekaligus komisaris PT FIB) yang telah ditetapkan menjadi tersangka pada bulan April 2020 dan seorang berinisial RO (karyawan PT PGP dan PT FIB) pada bulan Juni 2020," ujar Kepala Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dalam keterangan tertulis, Kamis malam, 25 Juni 2020.
Rahayu menjelaskan, perusahaan tersebut diduga telah melakukan pelanggaran kepabeanan berupa pemberitahuan jenis dan/atau jumlah barang impor secara tidak benar antara fisik dengan dokumen yang ada. Jumlah fisik kedapatan lebih besar sekitar 1,76 juta meter atau dua kali lebih besar dari jumlah yang ada di dokumen yaitu 1,66 juta meter.
Guna menuntaskan kasus ini, ujar dia, Kemenkeu melalui Bea Cukai melakukan koordinasi penyidikan dengan Kejaksaan Agung. Untuk memperlancar proses hukum tersebut, koordinasi penyidikan dilakukan melalui pertukaran hasil digital forensik dan peminjaman tersangka.
Khusus di Batam, Rahayu menuturkan, selama ini berbagai perbaikan telah dilakukan melalui perbaikan kebijakan/regulasi dan perbaikan dari sisi operasional. Di sektor kebijakan telah dilakukan evaluasi pemberian fasilitas di Kawasan Bebas dan penguatan regulasi kepabeanan melalui penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 dan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan pengganti Peratuan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2012.
Adapun di sektor operasional Kemenkeu telah mengembangkan sistem layanan dan pengawasan CK-FTZ, penguatan Standar Operasional Prosedur, koordinasi dengan Badan Pengusahaan Batam untuk penataan infrastruktur pelabuhan Batu Ampar seperti optimalisasi penggunaan Gamma Ray, dan penguatan Sumber Daya Manusia dari sisi kualitas dan kuantitas.
<!--more-->
"Penegakan hukum yang telah dilakukan merupakan bagian dari komitmen dan keseriusan Kemenkeu dalam memberantas barang-barang ilegal yang tidak hanya berpotensi membahayakan masyarakat, melainkan juga terhadap stabilitas perekonomian dalam negeri," ujar Rahayu.
Selanjutnya, ia mengatakan, Kemenkeu akan terus berupaya agar pasar dalam negeri diisi oleh barang-barang legal yang berasal dari para pelaku usaha yang taat terhadap ketentuan hukum yang berlaku, dengan terus bersinergi bersama aparat penegak hukum terkait.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor tekstil di Direktorat Jenderal Bea Cukai tahun 2018 sampai 2020, Selasa, 24 Juni 2020. Mereka terdiri dari empat pejabat aktif di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Batam dan satu pengusaha.
"Berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 22 tanggal 27 April 2020 dan surat perintah penyidikan nomor 22 a tanggal 6 Mei 2020, pada hari ini menetapkan 5 orang tersangka," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Kelima tersangka tersebut adalah MM, DA, HAW, dan KA yang merupakan pejabat dari Bea dan Cukai Batam. Kemudian IR selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Garmindo Prima.
Mereka dijerat atas dugaan tindakan pidana korupsi dalam importasi tekstil. Modusnya, dengan mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara dengan menggunakan surat keterangan asal (SKA) yang tidak benar.
CAESAR AKBAR | AJI NUGROHO