Bank Indonesia Beli SBN di Pasar Primer, Ekonom: Jangan Khawatir

Editor

Rahma Tri

Kamis, 7 Mei 2020 14:53 WIB

Ilustrasi atau Logo Bank Indonesia. REUTERS/Iqro Rinaldi/File Photo

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, M. Rifki Fadilah, menilai intervensi Bank Indonesia melalui kebijakan pembelian Surat Berharga Negara di pasar primer sebagai lender of last resort tidak perlu dikhawatirkan. Dia mengatakan intervensi BI di pasar primer terhitung cukup kecil sehingga tidak akan membuat hyperinflasi.

Intervensi Bank Indonesia ini hanya sebesar 25 persen atau sebesar Rp 125 triliun dari alokasi SBN yang mencapai Rp 506 triliun totalnya. “Bandingkan dengan Amerika Serikat, The Fed sudah mengumumkan QE (Quantitative Easing) sebesar US$ 700 miliar atau setara Rp 10.500 triliun pada Rp 15.000 per dolar. Intervensi BI masih terbilang kecil. Oleh sebab itu, publik tidak perlu merasa khawatir akan terjadi hyperinflasi,” kata Rifki dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Mei 2020.

Kendati demikian, Rifki juga mengatakan mungkin memang masih ada risiko untuk ke inflasi, tetapi terlalu pagi untuk mengatakan akan terjadi hyperinflasi. “Justru tantangan ke depan untuk kebijakan moneter dan fiskal yang mungkin terjadi adalah bagaimana mempertahankan permintaan dan menghindari deflasi daripada sebaliknya,” ujarnya.

Lebih jauh, dirinya juga mengatakan bahwa saat ini tidak ada faktor yang mampu mendorong terjadinya hyperinflasi dalam beberapa tahun ke depan. Misalnya, tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran di Indonesia diperkirakan akan naik meskipun kebijakan PSBB yang saat ini dilonggarkan dan ekonomi mulai berjalan seperti biasa.

“Para korban pengangguran akibat COVID-19 ini pun akan masih sulit untuk mendapatkan pekerjaan karena situasi ekonomi yang belum kondusif, sehingga banyak perusahaan yang menahan proses penambahan tenaga kerja baru,” kata Rifki.

Advertising
Advertising

Oleh sebab itu, menurutnya faktor pendorong inflasi akibat adanya dorongan dari upah pun sepertinya akan menjadi mustahil, melihat situasi perekonomin saat ini yang cenderung sulit. Rifki menduga publik mungkin khawatir bahwa program fiskal ekspansif untuk membantu rumah tangga dan perusahaan akan menyebabkan permintaan melebihi penawaran. Tapi, menurut Rifki Itu belum tentu terjadi.

Sebaliknya, menurut Rifki, justru di situasi seperti saat ini secara behavioral, masyarakat akan lebih memilih untuk menahan belanjanya dan menyimpan uangnya sebagai dana darurat. Hal ini juga diperparah dengan ketidakpastian kapan pandemi ini akan selesai dan kondisi ekonomi Indonesia yang masih bergejolak, serta adanya ancaman PHK yang masih menghantui.

Saat ini justru, kata dia, Indonesia sedang mengalami pelemahan daya beli yang tercermin dari melandainya laju inflasi beberapa bulan terakhir. Kemudian, saat ini Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan April 2020 adalah sebesar 84,8 atau turun drastis dari bulan sebelumnya yang sebesar 113,8.

Berita terkait

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

22 jam lalu

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

Daerah dengan catatan inflasi terendah di Jawa Tengah adalah Kabupaten Rembang yaitu 0,02 persen.

Baca Selengkapnya

LPEM UI Sebut Tiga Sumber Inflasi, Rupiah sampai Konflik Iran-Israel

1 hari lalu

LPEM UI Sebut Tiga Sumber Inflasi, Rupiah sampai Konflik Iran-Israel

Inflasi April 2024 sebesar 3 persen secara year on year.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

1 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

1 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

2 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

2 hari lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

2 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya