Kritik Jokowi, Anggota BPK: Program Cetak Sawah Dulu Pernah Gagal
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Rahma Tri
Kamis, 30 April 2020 13:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi mengkritik rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang akan mencetak 200 ribu hektare sawah baru. Sawah itu rencananya akan dibuat di lahan basah dan gambut di Kalimantan.
Menurut Achsanul, program cetak sawah seperti itu dulu sudah pernah dijalankan di masa lalu, namun gagal dalam pelaksanaannya. "Kita sudah banyak pengalaman tetang Cetak Sawah yang gagal, sebagaimana dilakukan BUMN Peduli, lewat dana PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan)," kata dia melalui akun media sosial Twitter pribadinya, Rabu petang 30 April 2020.
Achsanul mencontohkan program cetak sawah di Kalimantan Barat. Menurut dia, program tersebut sudah gagal, karena tak direncanakan dengan baik dan adanya maladministrasi dalam prosedur pemilihan mitra.
Sebelum pemerintah meluncurkan program cetak sawah baru, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu meminta kepada BPK untuk melakukan audit. Menurutnya, proyek tersebut tak efektif. Hal ini terlihat dari target capaian dan fakta di lapangan pada pelaksanaannya selama pada tahun 2014-2019. Padahal, program itu menghabiskan dana triliunan rupiah, serta tak memberikan dampak bagi peningkatan pangan dalam negeri.
"Faktanya luas tanam dan produksi tidak meningkat sesuai dengan luasan proyek tersebut. Saya menyaksikan proyek cetak sawah baru banyak yang mangkrak di berbagai daerah," ucap Said Didu melalui akun media sosial Twitter, Rabu 29 April 2020.
Lembaga konservasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesiajuga ikut memprotes rencana Presiden Jokowi tersebut. Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial, Walhi, Wahyu Perdana meminta Jokowi tidak lagi mengulang kesalahan masa lalu.
"Berhenti gunakan pandemi sebagai alasan untuk mengeksploitasi," kata Wahyu dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
Ada tiga alasan Walhi memprotes rencana ini. Pertama, proyek sejenis sudah pernah dilakukan pemerintah sebelumnya yaitu pada masa Orde Baru dengan nama proyek “lahan gambut sejuta hektare”. Akibatnya, pada masa akhir proyek, APBN senilai Rp 1,6 triliun tersedot dan tak ada dampak signifikan pada ketersediaan pangan.