Corona, Omzet Organda Turun tapi Relaksasi Kredit Belum Jelas
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Senin, 6 April 2020 07:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat atau Organda, Ateng Haryono, menyampaikan sejumlah keluh kesah yang dihadapi operator bus di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Salah satunya, omzet angkutan penumpang yang telah anjlok 75 hingga 100 persen.
“Ini bahkan sudah dialami jauh sebelum corona mulai diumumkan, kemudian ada tindakan physical distancing,” kata Ateng dalam diskusi online Institut Studi Transportasi di Jakarta, Minggu, 5 April 2020.
Selain itu, omzet pengusaha angkutan barang dan logistik juga turun 50 sampai 60 persen. Pada angkutan perkotaan, kata dia, kini rata-rata hanya bisa mengangkut sekitar 15 sampai 20 persen saja penumpang, dibandingkan dengan jumlah pada hari normal.
Akibat situasi ini, pengusaha bus kini khawatir tidak bisa membayar sejumlah kewajiban seperti kredit, pajak hingga retribusi. Meski begitu, kata Ateng, pihaknya mencoba berkomunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, hampir semua pengusaha bus ini didukung oleh perbankan dan leasing company.
Pada 16 Maret 2020 lalu sebenarnya telah terbit Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19. Lewat aturan ini, OJK menyatakan, bank dapat merestrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak corona, salah satunya di sektor transportasi.
<!--more-->
Akan tetapi sampai hari ini, Ateng menyebut kelonggaran kredit itu belum diterapkan di semua lembaga pembiayaan, seperti di Leasing Company. Sejumlah pengusaha bus mencoba mengajukan keringan atas cicilan mereka, tapi lembaga keuangan belum bergeming. “Tetap bertahan harus dibayar sesuai tanggalnya, kalau tidak pasti ada penalti,” kata dia.
Di tengah kondisi yang bisnis seperti ini, muncul lagi rencana pemerintah untuk menaikkan harga tiket dan membatasi jumlah penumpang bus. Kebijakan ini diambil pemerintah untuk membatasi jumlah pemudik, guna meminimalisir penyebaran virus corona.
Ateng pun mempertanyakan rencana tersebut. “Empati kami di mana pada masyarakat?” kata dia. Sebab, beberapa orang tetap ingin pulang kampung karena mereka sama sekali tidak mendapat penghasilan di tengah pembatasan sosial yang terjadi di daerah seperti Jakarta.
Adapun rencana ini diumumkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Jika satu bus memiliki kapasitas 50 orang, maka hanya 25 orang yang boleh diangkut. Selain itu, pemerintah juga akan melarang pemudik sepeda motor membawa penumpang, dan pemudik mobil juga hanya boleh mengangkut penumpang, maksimal setengah dari kapasitas yang ada.
Juru bicara Kemenko Maritim dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan petunjuk dan buku pedoman pelaksanaan kebijakan mudik ini sedang dirampungkan. Tapi sebelum itu, akan ada konsultasi publik terlebih dahulu dalam waktu dekat. “Panduan ini juga akan mengatur mengenai tiket,” kata dia.