Atasi Dampak Covid-19, Sri Mulyani: Butuh Kebijakan Luar Biasa
Rabu, 1 April 2020 14:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pandemi corona baru atau COVID-19 adalah kejadian yang tidak biasa. Karena itu, dibutuhkan kebijakan yang juga luar biasa untuk menghadapi dan mengatasi dampaknya.
“Ini inkonvensional, nonkonvensional, dan unorthodox yang artinya tidak bisa disebut biasa lagi. Situasi ini adalah extraordinary atau di luar suasana biasa sehingga membutuhkan action dan policy yang extraordinary,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menyatakan, berbagai negara telah mengeluarkan langkah-langkah inkonvensional dengan menyinergikan kebijakan fiskal, moneter, dan relaksasi di sektor keuangan dalam rangka merespons dampak virus corona tersebut.
Ia mencontohkan Australia yang memberikan jaminan pendapatan kepada seluruh warganya dengan nilai minimal 1.500 dolar Australia per orang. Sehingga, pemerintah Australia membutuhkan hingga 130 miliar dolar Australia.
“Pemerintah memberikan minimum income support kepada seluruh orang Australia yang harus didaftarkan. Itu termasuk dalam paket 9,7 persen terhadap Gross Domestic Product (GDP) nya Austalia,” ujarnya.
Karena kebijakan itu, kata Sri Mulyani, masyarakat Australia terutama kelompok bawah dan pekerja merasa tenang dalam menghadapi kebijakan larangan ke luar rumah .
Sri Mulyani juga mencontohkan Kanada yang juga mengeluarkan insentif fiskal sebesar 6 persen dari GDP, Perancis sebesar 2 persen dari GDP, dan Singapura yang menggelontorkan dana luar biasa dengan nilai paket mencapai hampir 11 persen dari GDP.
<!--more-->
“Italia bahkan yang terkena tidak bisa melakukan cukup besar karena mereka constraint dari fiskalnya yang memang sudah sangat besar dan GDP dari Italia itu sudah sampai 100 persen,” jelas Sri Mulyani.
Tak hanya itu, Amerika Serikat juga turut mengeluarkan dana stimulus sebesar US$ 2 triliun atau 10,5 persen dari GDP. Bahkan pemerintahan Donald Trump masih menambah US$ 2 triliun, khusus untuk pembangunan infrastruktur dalam rangka pemulihan.
Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) juga mendanai obligasi swasta atau corporate bond dan obligasi daerah atau municipal bond serta melakukan kerjasama swap line dengan lebih dari 160 negara di dunia.
“Ini menggambarkan bahwa krisis ini menyebabkan untuk negara berkembang tidak hanya terpengaruh dari sisi ekspor tetapi juga capital outflow dan di sektor keuangan,” Sri Mulyani menjelaskan.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang dipusatkan dalam tiga hal yaitu kesehatan, kondisi masyarakat atau social safety net, dan sektor keuangan.
“Pemerintah melakukan berbagai kebijakan inkonvensional di bidang fiskal yaitu meningkatkan anggaran untuk kesehatan sudah pasti karena fasilitas medis untuk menopang tenaga medis dan pembelian alat-alat kesehatan,” tutur Sri Mulyani.