Kisah Kisruh Rute Pesawat dan Tagihan Utang Garuda ke Sriwijaya
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rahma Tri
Kamis, 5 Desember 2019 09:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Maskapai penerbangan Sriwijaya Air tengah terseok setelah menanggung utang ratusan miliar kepada PT Garuda Indonesia Persero Tbk. Utang itu berasal dari biaya jasa bengkel pesawat Sriwijaya di Garuda Maintenance Facility atau GMF dan groundhandling pesawat di Gapura Angkasa.
Komisaris Sriwijaya Air Yusril Izha Mahendra mengklaim utang terakhir yang ditanggung entitasnya kepada Garuda Indonesia senilai Rp 850 miliar. Utang itu justru membengkak setelah Sriwijaya Air melakukan kerja sama manajemen Garuda Indonesia dalam setahun terakhir.
“Selama setahun kerja sama dengan Garuda, utang kami malah terus naik. Rute kami juga banyak dipangkas,” ujar Yusril kala dihubungi Tempo pada Rabu, 4 Desember 2019.
Seperti diketahui, Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air melakukan kerja sama manajemen pada November 2018. Kerja sama yang berjalan hampir setahun itu bubrah karena silang pendapat soal biaya manajemen dan pembagian keuntungan. Puncaknya terjadi pada 6 November lalu, ketika anak usaha Garuda Indonesia menarik seluruh layanan perawatan pesawat Sriwijaya.
Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena menceritakan awal-mula puncak polemik Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air terjadi, hingga menyebabkan hubungan kedua entitas retak. Jefferson mengatakan hubungan entitasnya dengan maskapai pelat merah sejatinya sempat membaik setelah kisruh pertama.
<!--more-->
Kedua manajemen melakukan kerja sama ulang pada awal Oktober lalu. Kerja sama ini bersifat sementara dengan masa kesepakatan 30 hari. “Pada 31 Oktober kami perpanjang hingga 90 hari dengan manajemen transisi,” ujarnya kala ditemui Tempo di Jakarta pada pekan lalu.
Tiba-tiba, pada 6 November 2019, GMF meminta Sriwijaya membayar sejumlah utang. GMF bakal mengeluarkan surat penghentian layanan jika hingga pukul 17.00 WIB Sriwijaya tak melunasi utangnya. Beberapa anak usaha Garuda pun ikut-ikutan menagih utang. Termasuk katering, hotel, dan ground-handling.
Tagihan utang yang mendadak ini berdampak pada penerbangan hari berikutnya, Kamis, 7 November 2019. Sriwijaya Air tiba-tiba menghentikan sejumlah layanan hingga penumpang menumpuk di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Jefferson mengakui tak punya persiapan. “Kami benar-benar tak punya persiapan. Makanya Kamis itu (7 November 2019) sempat chaos,” ujarnya. Jefferson merinci, di Papua, hampir seribu penumpang Sriwijaya tak terangkut. Sedangkan di Makassar ada 400-an penumpang tidak terlayani.
Jefferson mengklaim tak memperoleh approval fuel kala itu. Padahal, menurut dia, pesawat sudah siap beroperasi.
Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan manajemennya masih membuka komunikasi untuk menyisir masalah akhir kerja sama manajemen. “Kedua tim masih tek-tok walau sebelumnya ada note dari mereka. Nanti dicek kembali,” tuturnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS | PUTRI ADITYOWATI