2 Kementerian Ini Minta PGN Tak Jadi Naikkan Harga Gas Industri
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 1 November 2019 08:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya ada dua kementerian yang menentang rencana kenaikan harga gas industri oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Kedua kementerian itu adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian.
Ketimbang menaikkan harga gas industri, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto meminta emiten dengan kode saham PGAS tersebut melakukan efisiensi di segala lini. Dia pun mempertanyakan alasan PGN yang menyebut kondisi keuangannya terancam ketika tidak melakukan penyesuaian harga.
"Terakhir PGN setor dividen ke negara berapa triliun? Harga enggak naik saja masih bisa setor sebesar itu," kata Djoko, Kamis, 31 Oktober 2019.
Tahun lalu, PGAS membagikan dividen senilai Rp1,38 triliun kepada para pemegang saham atau setara dengan Rp 56,99 per lembar saham. Nilai tersebut setara dengan 31,79 persen dari laba bersih PGAS pada 2018.
Djoko menyebutkan, dengan adanya efisiensi di segala lini, maka dividen yang disetor kepada pemerintah juga akan bertambah besar. "(Efisiensi) semua sisi pengeluaran. Nah, kalau efisiensi di segala lini, maka setor dividennya bisa tambah besar," ucapnya.
Pernyataan Djoko merespons surat edaran tertanggal 23 Oktober 2019 dari PGN yang menginformasikan kepada sejumlah pelaku industri di sejumlah wilayah tentang rencana penaikan harga gas tersebut. Harga baru yang berlaku per 1 November 2019 itu pun berbeda-beda di setiap wilayah.
<!--more-->
Di Karawang, misalnya, harga yang ditetapkan berada di atas US$9,5 per million british thermal unit (MMBtu). Harga gas baru yang ditetapkan perusahaan untuk pelaku industri di Tangerang lebih tinggi, yakni mencapai US$10 per MMBtu. Bahkan, di Medan lebih dari US$10,5 per MMBtu.
Lebih jauh Djoko berharap PGN tak menaikkan harga gas industri karena akan menyulitkan industri dalam negeri dengan tambahan biaya produksi tersebut. "Kalau harga gas naik, kan biayanya jadi naik. Nanti tidak bisa bersaing kalau (produknya) diekspor dengan produk yang sama dari negara lain," ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam. Ia meminta PGN menunda kenaikan tarif gas industri karena daya saing industri nasional di pasar global bakal langsung jeblok.
Dari hitungannya, dengan kenaikan tarif gas industri, cita-cita pemerintah untuk masuk peringkat 10 besar ekonomi terbesar dunia pupus. Ia malah mengusulkan agar tarif gas industri turun ke level US$7—US$8 per MMBtu.
Khayam mengatakan pada 2017—2018 kementerian yang mengawasi tarif gas masih ragu untuk menurunkan harga gas. Adapun, kementerian yang mengawasi tarif gas adalah Kementerian Koordinator bidan Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan.
Saat ini Kementerian bidang Perekonomian masih mengkaji langkah-langkah yang dapat menurunkan harga gas di dalam negeri bersama Bank Dunia. Khayam berharap hasil kajian tersebut akan keluar pada rapat koordinasi sebelum bulan Desember.
BISNIS