Kemenhub: Kelanjutan Nasib Sriwijaya Air Ditentukan 2 Oktober
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rahma Tri
Senin, 30 September 2019 19:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Perhubungan memberi tenggat waktu lima hari kepada perusahaan Sriwijaya Air untuk memperbaiki kinerja operasional pesawatnya. Armada perusahaan milik keluarga Lie ini sebelumnya disebut tak laik terbang karena hasil penilaian dari identifikasi dan pengendalian risiko atau HIRA menunjukkan ambang merah atau terjadi gangguan.
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Avirianto mengatakan, tenggat tersebut terhitung mulai 27 September hingga 2 Oktober 2019. “Pokoknya nanti setelah 2 Oktober kita rapat, (kinerja) Sriwijaya berubah apa tidak,” ujar Avirianto saat dihubungi wartawan pada Senin, 30 September 2019.
Avi mengatakan, setelah lima hari masa toleransi, pemegang saham akan memutuskan nasib operasional pesawat Sriwijaya. Bila hasil evaluasi tidak menunjukkan adanya perbaikan kinerja, maka pemilik perusahaan dipersilakan untuk menghentikan operasional maskapainya.
Menurut Avi, Kemenhub bisa saja meminta atau memaksa perusahaan menyetop operasi sementara. Namun, ia menyebut akan lebih baik jika perusahaan sendiri yang mengambil keputusan lantaran perusahaan ini milik pribadi atau swasta.
“Karena kalau internal yang mengambil keputusan akan lebih baik daripada pemerintah yang ambil keputusan. Seperti punya mobil kalau STNK-nya habis, lebih baik berhentikan sendiri daripada diberhentikan polisi,” tutur Avi.
Pada 25 September lalu, Kementerian Perhubungan menerima dokumen Hira dari Sriwijaya Air benomor SJ-F-DV-14-02. Dokumen itu menampilkan enam poin dengan indeks risiko berada di rentang 4A hingga 5A. Indeks itu menampilkan adanya gangguan yang berpotensi membahayakan penerbangan.
Gangguan itu antara lain faktor finansial yang menyatakan adanya pemasukan yang tipis. Komponen lain menunjukkan adanya hilangnya kepercayaan dari partner strategis dan dualisme kepemimpinan.
<!--more-->
Direktur Quality, Safety,dan Security Sriwijaya Air Toto Subandoro mengaku telah meminta Direktur Utama Sriwijaya Air memberhentikan sementara seluruh operasional pesawat menyusul insiden kisruh atau dispute dengan Garuda Indonesia. Toto mengatakan ia telah mengajukan surat rekomendasi pemberhentian operasional tersebut ke Pelaksana Tugas Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson I. Jauwena pada Ahad, 29 September 2019.
Surat bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 itu menyebut ketersediaan toolsm equipment, minimum spare, dan jumlah teknisi berkualifikasi di Sriwijaya Air yang dilaporkan kepada Kementerian Perhubungan beberapa hari lalu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Saat ini, suku cadang Sriwijaya Air seperti oli, minim. Kondisi ban pesawat juga tidak lagi prima dan stok untuk beberapa peralatan operasional pesawat lain terbatas. Adapun setelah kisruh dengan Garuda Indonesia, Sriwijaya belum menjalin kerja sama dengan entitas perbaikan dan pemeliharaan pesawat menggantikan Garuda Manufacture Facility alias GMF dan Gapura Angkasa.
Kondisi ini menunjukkan posisi perusahaan berada pada risk index alias berada dalam zona merah berdasarkan proses identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira. Dengan begitu, Sriwijaya Air perlu mengadakan perbaikan menyeluruh.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS