Moeldoko Sebut KPK Hambat Investasi, Bagaimana Kondisi Riilnya?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 24 September 2019 13:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko soal Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sebagai lembaga yang menghambat masuknya investasi menuai polemik baru di masyarakat.
"Lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi," ujar Moeldoko, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 23 September 2019. Namun ia tak menjelaskan detail alasan KPK disebut sebagai lembaga yang menghambat investor menanamkan modalnya di Tanah Air.
Pernyataan ini dilontarkan ketika menjawab alasan pemerintah tak menunda pengesahan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Alasan kedua pemerintah berkukuh mengesahkan revisi Undang-undang KPK adalah mendasarkan pada hasil survei. Ia merujuk hasil survei yang diadakan Litbang Kompas yang menyebutkan mayoritas atau 44,9 persen masyarakat mendukung revisi Undang-undang KPK.
Belakangan Moeldoko meluruskan pernyataannya tersebut. Ia menyatakan pemerintah dan DPR akan melakukan revisi UU KPK agar beleid tersebut memberikan beberapa landasan bagi kepastian hukum. "Termasuk bagi investor,” kata Moeldoko dalam siaran persnya, Senin malam, 23 September 2019.
Jadi, menurut Moeldoko, ia tak menilai KPK yang menghambat investasi. "Tapi KPK yang bekerja berdasarkan Undang-undang yang lama masih terdapat celah kurangnya kepastian hukum, dan ini berpotensi menghambat investasi."
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai sebaliknya. Bhima mengatakan revisi UU KPK yang telah disahkan justru berdampak negatif kepada kepercayaan investor yang ingin masuk ke Indonesia.
Sebab, masalah utamanya terletak pada daya saing Indonesia di kancah global yang berada pada peringkat 80 terkait Incidence of Corruption tahun 2018. "Investor mau masuk ke suatu negara mempertimbangkan biaya-biaya silumannya," kata Bhima ketika dihubungi.
Kalau korupsi marak terjadi, menurut Bhima, artinya investasi lebih mahal. "Karena harus suap oknum pejabat sana sini. Ini yang buat ICOR atau incremental capital output ratio di atas 6 alias tidak efisien," tuturnya.
<!--more-->
Bhima mengaku upaya pelemahan KPK melalui disahkannya RUU No. 30/2002 tentang KPK menjadi UU telah mendapat reaksi dari kalangan investor yang tidak setuju terhadap upaya pelemahan itu. "Reaksi investor sudah jelas tidak setuju, dan terlihat larinya dana asing (nett sells) Rp 6,5 triliun dalam sebulan terakhir, salah satunya karena polemik KPK."
Oleh karena itu, di tengah kondisi perang dagang Cina dan Amerika Serikat seperti sekarang, tak heran relokasi pabrik dari Cina dan Amerika Serikat tidak ke Indonesia lantaran ketidakpastian penegakan hukumnya. "Itu bukan karena KPK. Tapi justru karena masih maraknya korupsi di Indonesia yang sebabkan ketidakpastian hukum," kata Bhima.
Sementara itu, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa dalam kepastian hukum juga bicara soal pemberantasan korupsi dan sejauh mana komitmen semua pihak dalam pemberantasan korupsi tersebut. Karena dari RUU yang sudah disahkan di DPR kemarin, terdapat bagian dari pasal tersebut yang akan cukup sulit diterapkan, bahkan berisiko memperlemah kinerja KPK ke depan. "Karena itulah kami menyisir satu persatu dari kendala tersebut," ujarnya.
Data easy doing business dan data investasi BKPM menunjukkan investasi ke Indonesia tidak mengalami penurunan bahkan cenderung mengalami kenaikan. BKPM mencatat realisasi investasi sepanjang kuartal II tahun 2019 mencapai Rp 200,5 triliun atau naik sebesar 13,7 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018.
Sementara selama kuartal II tahun 2019, realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 104,9 triliun atau naik 9,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2018. Jika dicermati angka realisasi kuartal II/2019, dibandingkan dengan realisasi kuartal I tahun 2019, terlihat adanya kenaikan walau hanya tumbuh sekitar 2,8 persen.
"Jadi, pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan ke publik sangat diharapkan berdasarkan riset atau kajian yang sistematis agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar," kata Febri.
Menurut Febri, salah satu faktor yang mempengaruhi investasi di Indonesia adalah kepastian hukum dan kepastian hukum tersebut ada dalam pemberantasan korupsi. Negara-negara dengan tingkat korupsi rendah dan memiliki lembaga antikorupsi yang tegas seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan Hong Kong justru membuat arus investasi masuk sangat tinggi.
BISNIS