Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019. Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 31 Juli 2019 sebesar Rp183,7 triliun atau 1,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) tentang perpajakan yang baru. Lewat regulasi ini, perusahaan digital internasional seperti Google, Amazon, Netflix, dan sebagainya bisa dikenai pajak.
Dia menjelaskan selama ini perusahaan-perusahaan tersebut tidak bisa dikukuhkan sebagai subyek pajak luar negeri yang bisa memungut pajak dan menyetorkannya ke pemerintah. "Dengan RUU ini kami tetapkan bahwa mereka perusahaan digital internasional, Google, Amazon, Netflix mereka bisa memungut, menyetor, dan melaporkan PPN," katanya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 3 September 2019.
Ia menuturkan hal ini dilakukan agar tidak ada penghindaran pajak. Sementara tarif PPN, kata dia, tetap 10 persen.
Selain itu, dalam rangka merespons perkembangan ekonomi digital, pemerintah bakal mengubah definisi badan usaha tetap (BUT) dalam RUU ini. Menurut dia, definisi BUT tidak akan lagi didasarkan pada kehadiran fisik berupa kantor cabang di Indonesia.
"Dalam RUU ini, maka definisi BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik. Walau mereka (perusahaan digital) tak punya kantor cabang di Indonesia tapi kewajiban pajak tetap ada," kata dia.
Selain aturan pajak bagi perusahaan digital internasional, RUU yang sedang difinalisasi oleh pemerintah sebelum diserahkan ke DPR ini juga mengatur sejumlah hal penting terkait insentif bagi wajib pajak.