Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers mengenai Pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019. Menteri Keuangan menyatakan telah mencairkan THR sebesar Rp19 triliun atau 19 persen dari proyeksi kebutuhan dana untuk membayar THR bagi PNS. ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani memiliki beberapa “resep” untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dapat berkelanjutan dan berkesinambungan.
Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat terkait dengan audit keuangan BPJS Kesehatan di Komisi IX DPR RI Jakarta, Senin (27/5) malam, mengatakan hal pertama yang harus dilakukan adalah menyesuaikan besaran iuran agar sesuai dengan layanan yang diberikan saat ini, atau iuran tetap sama namun mengurangi manfaat layanan yang diberikan.
Kendati demikian, Sri menyebutkan ada sisi kemanusiaan dan hal lainnya yang sensitif terkait dengan kebijakan tersebut. Jika besaran iuran dinaikkan, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari kalangan masyarakat miskin akan baik-baik saja karena dibayarkan pemerintah.
Menurut dia, yang masih menjadi kendala adalah bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah yang masuk dalam Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja mandiri yang hingga saat ini kolektivitas iurannya masih rendah.
“Meskipun kita lihat dari sisi belanja rumah tangga paling besar untuk beli pulsa telepon, bahkan rokok, tapi untuk iuran kesehatan tidak masuk dalam top prioritas mereka. Ini masalah edukasi,” kata dia.
Sri Mulyani juga menjabarkan perlunya program promotif dan preventif dari Kementerian Kesehatan untuk mencegah angka kesakitan di masyarakat yang berdampak pada membengkaknya biaya klaim dari penyakit tidak menular.
Program promotif dan preventif yang juga harus dilakukan dari pemerintah daerah itu, katanya, untuk melengkapi program JKN yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
Untuk mencegah potensi kecurangan dan penyalahgunaan layanan, BPJS Kesehatan juga diminta membenahi sistem pengelolaan data agar mempersempit ruang kecurangan. Hal itu diperlukan, kata Sri Mulyani, mengingat BPJS Kesehatan bekerja sama dengan lebih dari 2.509 rumah sakit di seluruh Indonesia.
Selain itu, perlu dilakukan peninjauan kebijakan dalam memberikan dana kapitasi untuk pembiayaan layanan dan operasional di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), seperti puskesmas dan klinik agar lebih efektif dan efisien.
Saat ini, terdapat silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) dana kapitasi Rp2,5 triliun Tahun Anggaran 2018 yang mengendap di pemerintah daerah. Seharusnya dana tersebut untuk meminimalkan defisit atau gagal bayar BPJS Kesehatan terhadap jaminan kesehatan melalui peraturan yang diterbitkan Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.
“Saya tentu berharap dengan semua aspeknya bisa diselesaikan maka Tahun 2020 kita mungkin bisa betul-betul mengurangi kemungkinan terjadinya gagal bayar atau penundaan pembayaran hingga bahkan lebih dari satu tahun,” kata Sri Mulyani.
Salah satu kemudahan yang diberikan saat ini adalah peserta JKN aktif dapat berobat hanya dengan menunjukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah
3 hari lalu
Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.