Jokowi Pilih Pindahkan Ibu Kota ke Luar Pulau Jawa, Apa Sebab?
Reporter
Friski Riana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 29 April 2019 16:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke luar Pulau Jawa. Keputusan diambil dalam rapat terbatas mengenai pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Jakarta, hari ini.
Baca: Sejak Agustus 2018, Ada 341 Hoax Serang Jokowi dan Prabowo
"Presiden memilih alternatif ketiga, yaitu memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa. Ini barangkali salah satu keputusan penting yang dilahirkan hari ini," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, Senin, 29 April 2019.
Bambang mengatakan, Bappenas memberikan tiga alternatif kepada Jokowi. Alternatif pertama adalah Ibu Kota tetap di Jakarta, namun dibuat distrik khusus pemerintahan. Kantor-kantor pemerintahan itu nantinya akan berpusat di kawasan Istana, Monas, dan sekitarnya.
Bambang menyebutkan kerugian dari alternatif pertama ini ialah hanya menguatkan Jakarta sebagai pusat segalanya di Indonesia. "Dan dikhawatirkan dampak urbanisasi terhadap pertumbuhan ekonomi tidak optimal," katanya.
Adapun alternatif kedua adalah memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah dekat Jakarta. Mencontoh Malaysia yang memindahkan pusat pemerintahannya ke Putrajaya, Bambang mengusulkan agar Ibu Kota Indonesia dipindah ke sekitar Jabodetabek jika tersedia lahan.
Namun, kelemahan dari alternatif kedua ini adalah tetap membuat perekonomian Indonesia terpusat di daerah Jakarta dan sekitarnya atau wilayah kota metropolitan Jakarta.
Alternatif ketiga yang dipilih Jokowi yaitu memindahkan Ibu Kota langsung ke luar Jawa, seperti mencontoh Brasil yang memindahkan dari Rio de Janeiro ke Brasilia yang jauh di Amazon. Kemudian Canberra di antara Sydney dan Melbourne. Demikian juga Astana di Kazakhstan karena Ibu Kotanya ingin dipindah lebih dekat ke arah tengah dari negaranya. Juga Naypyidaw yang juga lebih ke dalam negara Myanmar.
Menurut Bambang, ada dua skenario terkait luas wilayah yang dibutuhkan pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota. Skenario pertama yaitu luasnya 30 ribu hektare, dan skenario kedua adalah 40 ribu hektare.
Luas wilayah akan tergantung pada jumlah penduduk di kota tersebut, yaitu pada skenario pertama sebanyak 1,5 juta jiwa dan skenario kedua dengan 900 ribu jiwa.
Baca: Faisal Basri Sebut Luhut, Enggar, dan Rini adalah Lemak di Kabinet Jokowi
Dalam konteks pembiayaan, Jokowi mengarahkan para menterinya agar membuat skema pembiayaan yang tidak memberatkan APBN, tapi melibatkan banyak partisipasi dari pihak ketiga dengan kontrol dari pemerintah. "Kita bisa melakukan kerja sama baik dengan BUMN, swasta secara langsung, maupun kerjasama dalam bentuk KPBU, baik untuk prasarana infrastruktur, gedung-gedung kantor maupun fasilitas pendukung komersial, dan wilayah pemukiman," ujarnya.