Rayu PLN Agar Lirik Panas Bumi, Sri Mulyani Siapkan Subsidi
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Kamis, 25 April 2019 19:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menghitung nilai investasi dan risiko pada setiap proyek pembangkit listrik yang bersumber dari energi panas bumi atau geotermal. Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan besaran subsidi yang bakal diberikan kementerian kepada pengembang proyek agar harga jual listrik bisa dibeli dengan harga yang sesuai oleh PT PLN (Persero).
Baca juga: Jokowi Ingin Pajak Korporasi Turun, Sri Mulyani: Sudah Disiapkan
"Agar PLN enggak punya alasan buat enggak ambil, wong ini proyeknya bukan proyek siluman, ini proyeknya jelas," kata Sri Mulyani dalam acara Groundbreaking Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit Dieng 2 dan Patuha 2 oleh PT Geo Dipa Energi (Persero) di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 25 April 2019.
Subsidi, kata Sri, tidak hanya akan diberikan kepada pengembang seperti Geo Dipa yang merupakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan, namun juga kepada pengembang lainnya. Sri menyadari bahwa selama ini jual beli listrik antara pengembang dan PLN kerap terkendala oleh harga. Sebab, jika membeli dengan harga tinggi, tentu PLN juga terpaksa menjual listrik ke konsumen akhir dengan harga yang lebih tinggi lagi.
Untuk itulah, Sri menyiapkan instrumen subsidi ini agar harga yang diterima PLN tidak terlalu tinggi. Menurut Sri, semakin lama proyek panas bumi nantinya berjalan, maka besaran subsidi akan semakin berkurang, sampai akhirnya dicabut ketika proyek sudah berjalan cukup lancar. Dengan begitu, pemerintah tinggal menikmati keuntungan dari pembangkit listrik panas bumi ini.
Jaminan akan harga listrik ini memang menjadi salah satu kendala pengembangan pembangkit listrik dari energi bersih seperti panas bumi. Dari catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas panas bumi di Indonesia bisa menghasilkan listrik hingga 29 Giga Watt (GW) atau 29 ribu MW. Namun, hanya 1.948 MW saja atau 6,7 persen yang berhasil terpasang atau dimanfaatkan.
<!--more-->
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, FX Sutijastoto, menyampaikan salah satu tantangannya adalah faktor risiko di awal proyek ini. Seringkali, pengembang membutuhkan dana yang besar di awal karena harus mendatangkan teknologi yang dinilai tepat oleh pihak perbankan untuk menggelontorkan pinjaman.
Sehingga, Sutijastoto menyambut baik adanya komitmen dari Sri Mulyani ini untuk memberikan subsidi bagi pengembang di awal proyek. Ia sepakat bahwa subsidi ini untuk selanjutnya bakal dikurangi lantaran biaya produksi listrik di pembangkit panas bumi dipastikan semakin lama akan semakin turun. Sehingga, harga listrik yang diproduksi pun bisa semakin berkurang. "Karena enggak ada fuel, biaya operasi langsung turun," ujar dia.
Sebagai salah satu pengembang listrik dari energi panas bumi, Geo Dipa telah memperoleh pinjaman US$ 300 juta dari Asian Development Bank (ADB) untuk mengembangkan kedua proyek yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah ini. Kedua proyek bakal beroperasi penuh pada 2023 dengan kapasitas listrik sebesar 270 Mega Watt (MW) dan bakal ini menerangi sekitar 540.000 unit rumah di sekitarnya.
Baca juga: Sri Mulyani: KSSK Belum Bahas Holding Perbankan
Direktur Utama Geo Dipa, Riki Firmandha Ibrahim, mengatakan pendanaan ini merupakan nominal terendah yang bisa diperoleh oleh perusahaannya. "Masih belum seperti harga listrik di pasar, karena itu kami membangun pembangkit yang murah yang terjangkau sesuai dengan peraturan," ujar dia.
Saat ini, kata Riki, Geo Dipa dan PLN telah menyepakati Power Purchasing Agreement (PPA) alias akad jual beli listrik untuk unit 1 hingga unit 7 nantinya. Harga listrik di pembangkit Dieng misalnya, akan dijual ke PLN seharga US$ 8,12 sen per kWh, jauh lebih murah dari listrik dari batu bara yang menggunakan harga pasar. "Kami paling murah," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO