Luhut: Tidak Ada Utang yang Tidak Produktif

Kamis, 21 Februari 2019 12:29 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan semua utang pemerintah dimanfaatkan untuk hal produktif. "Semua utang yang kita buat itu untuk produktif. Tidak ada utang yang tidak produktif," kata Luhut di Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019.

Baca: Utang Pemerintah per Januari 2019 Naik Menjadi Rp 4.498,56 T

Hal tersebut disampaikan Luhut ketika menjelaskan kenaikan utang pemerintah selama pemerintahan Jokowi mulai tahun 2014 hingga 2018 sebesar Rp 1.809 triliun. Selama itu utang dialokasikan untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan subsidi non energi.

Luhut menyebutkan, pengeluaran untuk pemerintah untuk infrastruktur sepanjang 2010-2014 sebesar Rp 656 triliun. "Sekarang 2015-2019 sekitar Rp 1.800 triliun. Itu sebabnya Indonesia membangun. Pendidikan juga naik, kesehatan juga," kata Luhut. "Semua ini bisa berjalan. Oleh karena itu ekonomi kita berjalan."

Sementara di masa pemerintahan sebelumnya, khususnya alokasi untuk pendidikan sebesar Rp 1.524 triliun pada 2010 - 2014 dan angkanya naik menjadi Rp 2.182 triliun pada 2015-2019. Untuk kesehatan pada 2010 - 2014 dialokasikan dana sebesar Rp 218 triliun, sedangkan 2015-2019 sebesar Rp 518 triliun.

Untuk subsidi non energi dialokasikan sebesar Rp 243 triliun pada 2010-2014 dan naik menjadi Rp 258 triliun pada 2015-2019. Adapun total alokasi produktif yaitu Rp 2.641 triliun pada 2010-2014 dan Rp 4.756 triliun.

Sebelumnya Kementerian Keuangan mengumumkan utang pusat per akhir Januari 2019 mencapai Rp 4.498,56 triliun. Angka ini naik ketimbang periode serupa tahun 2018 Rp 3.958,66 triliun.

Dalam buku APBN Kita edisi Februari 2019 tercantum dari total utang pemerintah pusat itu, mayoritas di antaranya berasal dari surat berharga negara sebesar 82,31 persen. Sisanya adalah pinjaman dengan proporsi 17,69 persen.

Per akhir Januari 2019, tercatat total pinjaman sebesar Rp 795,79 triliun. Pinjaman itu kebanyakan berupa utang luar negeri sebesar Rp 788,66 triliun atau 17,53 persen dari total utang. Sisanya, adalah utang dari dalam negeri sebesar Rp 7,13 triliun.

Utang luar negeri itu terdiri atas utang bilateral, multilateral dan komersial. Rinciannya adalah utang bilateral Rp 327,06 triliun, utang multilateral Rp 419,89 triliun, utang komersial Rp 41,71 triliun.

Advertising
Advertising

Baca: Cadangan Devisa Turun, BI: Terutama Untuk Bayar Utang Pemerintah

Adapun total nilai surat berharga negara atau SBN yang telah dikeluarkan pemerintah pusat per Januari 2019 mencapai Rp 3.702,77 triliun atau naik dibanding bulan yang sama tahun lalu sebesar Rp 3.206,28 triliun. Obligasi ini mayoritas didominasi oleh denominasi rupiah ketimbang valas.

Simak berita lainnya terkait utang di Tempo.co.

Berita terkait

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

51 menit lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

1 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

6 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

6 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

7 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

7 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

7 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

7 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

8 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

8 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya