Menteri Darmin: Rupiah Masih Undervalue
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Martha Warta Silaban
Senin, 7 Januari 2019 19:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika saat ini masih murah atau undervalue. "Masih sedikit (undervalue)," katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.
BACA: Rupiah Menguat, Chatib Basri Beri Warning untuk Pemerintah
Darmin menyatakan masih ada ruang untuk penguatan rupiah lebih lanjut. Meskipun menurut dia, ruang tersebut tidak terlalu banyak. Mantan Gubernur Bank Indonesia itu enggan menyebutkan level fundamental rupiah.
Rupiah tercatat menguat dalam perdagangan hari ini. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor Bank Indonesia menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terapresiasi 245 poin. Nilainya menguat dari Rp 14.305 di perdagangan sebelumnya menjadi Rp 14.105.
Menurut Darmin, penguatan ini sebelumnya sudah diprediksi oleh banyak analis sejak awal November 2018. "Para analis internasional itu bilang, inilah waktunya beli rupiah," katanya. Namun saat itu pergerakan rupiah tak mulus menguat. Rupiah beberapa kali melemah.
BACA: Rupiah Paling Perkasa di Asia, Apindo: Ketidakpastian Masih akan Terjadi
Darmin mengatakan penguatan rupiah kali ini juga dipicu penerbitan surat utang pemerintah. Surat itu memberi sentimen adanya penerimaan tambahan di dalam negeri.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penguatan itu didorong realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2108. menuturkan, realisasi APBN yang baik dibarengi dengan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang bagus. "Ini menimbulkan posisi Indonesia yang berbeda dengan negara-negara yang selama ini mengalami volatilitas dan vulnerabilitas lebih tinggi, sehingga kita bisa mendapatkan manfaat dalam bentuk capital inflow," kata dia.
Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan tetap waspada dengan pergerakan rupiah tersebut. "Perubahan bisa terjadi, tapi perubahan dari sisi arah kebijakan di Amerika, apakah federal reserve, apakah perdagangan, politik perdagangan Amerika terhadap RRT, itu semua akan menjadi faktor dinamis yang harus kita lihat," ujarnya.