Utang Luar Negeri Sudah Lampu Kuning, Ini Gambaran dan Dampaknya

Kamis, 20 Desember 2018 09:00 WIB

Pemerintah Diminta Waspadai Utang Swasta

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan sektor swasta diminta mewaspadai peningkatan utang luar negeri Indonesia. Hingga akhir Oktober lalu, total utang luar negeri mencapai US$ 360,5 miliar atau Rp 5.256 triliun (asumsi kurs rupiah 14.500 per dolar AS)--terdiri atas utang pemerintah dan bank sentral, serta utang swasta. Sampai Oktober tahun ini, utang luar negeri tumbuh 5,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Baca: 2019, Pemerintah Diminta Waspadai Jatuh Tempo Utang Luar Negeri

“Posisi saat ini sudah lampu kuning,” ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, kepada Tempo, Rabu 19 Desember 2018.

Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana, mengatakan total utang luar negeri pemerintah dan swasta yang jatuh tempo pada tahun depan sebesar US$ 54 miliar. Dari jumlah itu, US$ 26 miliar merupakan utang non-afiliasi. Artinya, utang ini harus dibayar atau di-roll over (diperbarui) dengan utang baru.

Utang yang jatuh tempo, kata Wisnu, jika tak diantisipasi akan membebani sektor finansial, khususnya neraca pembayaran. Selain itu, yang perlu diwaspadai adalah ketepatan perhitungan pembayaran utang, karena berdampak terhadap likuiditas dan nilai tukar. "Apalagi saat ini neraca pembayaran masih tertekan akibat defisit neraca transaksi berjalan (CAD) yang melebar,” tuturnya.

Baca: Sri Mulyani: 10 Proyek Infrastruktur Dibangun Tanpa Utang di 2019

Namun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani, menyatakan tak ada yang perlu dikhawatirkan dari utang luar negeri. "Risiko pinjaman swasta ditanggung sendiri, tidak akan melebar menjadi risiko sistemik," ujarnya.

Ekonom Bank CIMB Niaga, Adrian Panggabean, mendorong pemerintah mengurangi utang luar negeri dengan memobilisasi dana tabungan dalam negeri. “Kalau ini dilakukan, maka pembiayaan dalam negeri tidak lagi mengandalkan pinjaman luar negeri,” ujarnya, kemarin.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan utang pemerintah digunakan untuk belanja negara yang bersifat penting. "Kalau ekonomi tumbuh tinggi 5 persen, sedangkan kami pinjam hanya 2 persen, pasti kami bayar kembali," ujarnya.

Baca: RI Disebut Hidup Dari Utang, Luhut: Kita Justru Paling Rendah

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan pentingnya menjaga CAD di bawah level aman 3 persen. Dalam pertemuan tahunan BI akhir bulan lalu, Perry mengingatkan bahwa gejolak perekonomian di Indonesia sering berkaitan dengan kebijakan moneter dan fiskal yang tidak pruden, ekspor yang naik-turun, serta tidak terkendalinya sektor properti dan utang luar negeri. “Stabilitas dan ketahanan perekonomian perlu terus diperkuat,” kata dia.

GHOIDA RAHMAH | LARISSA HUDA | YOHANES PASKALIS | DIAS PRASONGKO

Advertising
Advertising

Berita terkait

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

2 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

3 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

4 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

4 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

5 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

6 hari lalu

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi memberikan sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh ibu-ibu dalam menyikapi isi pelemahan rupiah.

Baca Selengkapnya

PT PundiKas Indonesia Bantah Telah Menjebak dan Meneror Nasabah karena Pinjol

6 hari lalu

PT PundiKas Indonesia Bantah Telah Menjebak dan Meneror Nasabah karena Pinjol

PT PundiKas Indonesia, layanan pinjaman dana online atau pinjol, membantah institusinya telah menjebak nasabah dengan mentransfer tanpa persetujuan.

Baca Selengkapnya

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

Nilai tukar rupiah yang melemah menambah beban karena banyak utang pemerintah dalam denominasi dolar AS.

Baca Selengkapnya

Seorang Istri jadi Korban KDRT Suaminya Karena Tak Berikan Data KTP Untuk Pinjol

7 hari lalu

Seorang Istri jadi Korban KDRT Suaminya Karena Tak Berikan Data KTP Untuk Pinjol

Seorang menjadi korban KDRT karena tidak memberikan data KTP untuk pinjaman online.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

9 hari lalu

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

Erick Thohir mengatakan BUMN perlu mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan.

Baca Selengkapnya