Batasi Impor 900 Komoditas, Pemerintah Diminta Berhati-Hati
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 27 Agustus 2018 06:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan membatasi derasnya laju barang impor melalui mekanisme kebijakan fiskal. Hal tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki kinerja neraca perdagangan dan mengurangi tekanan terhadap defisit neraca transaksi berjalan (CAD) yang diprediksi melebar.
Baca: Penjualan E-commerce Turun saat Impor Barang Dibatasi?
“Kami sudah mengidentifikasi apa-apa saja barangnya, kami sudah tahu ada sekitar 900 komoditas impor yang sekarang kami review,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, seperti dilansir di Koran Tempo, Senin 27 Agustus 2018.
Adapun instrumen yang rencananya digunakan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan tarif pajak penghasilan pasal 22 untuk barang impor. Saat ini barang impor dikenakan tarif berkisar antara 2,5 hingga 7,5 persen, berbeda-beda tergantung jenis barang dan klasifikasinya. Ke depan pemerintah ingin meninjau kembali golongan tarif barang impor tersebut, dengan mempertimbangkan sejumlah hal seperti ketersediaan substitusi barang di dalam negeri.
Jika barang tersebut dapat disediakan atau diproduksi di domestik, maka bisa jadi tarifnya akan disesuaikan menjadi lebih tinggi “Tapi kami sedang menghitung lagi potensi dan kapasitas industri dalam negeri dan level PPh impor, begitu juga dampaknya, butuh sekitar 1-2 pekan lagi sebelum dijalankan,” ucap Sri Mulyani.
Kementerian Keuangan pun berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk perumusan dan implementasinya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan bahwa kebijakan yang ajan diterapkan tersebut tak akan berdampak negatif pada hubungan kerja sama perdagangan luar negeri. “Kami tetap mempertahankan ketentuan dan perjanjian yang ada, sehingga ini juga tidak akan mengganggu investasi,” ucapnya.
<!--more-->
Menurut Enggar, lembaganya juga akan berhati-hati dalam menyusun kebijakan tersebut. “Pada saat ini yang kami susun adalah jenis barang-barang yang tidak akan menimbulkan gejolak itu.”
Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyatakan hingga saat ini organisasi pelaku usaha masih belum menerima lengkap daftar 900 komoditas yang akan disebut pemerintah akan dibatasi impornya. Namun, beberapa di antaranya diperkirakan tak terkecuali komoditas pangan, migas, hingga elektronik.
“Selanjutnya kami akan mengomunikasikan dengan asosiasi sektoral untuk mendapatkan respon, lalu kami akan meng-collect dan membuat resume untuk disampaikan kepada pemerintah,” katanya kepada Tempo.
Benny melanjutkan pihaknya di satu sisi menyetujui rencana pemerintah untuk membatasi jumlah atau volume impor barang konsumsi bagi jenis barang yang sudah bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. “Tapi untuk bahan baku yang dapat diolah dan diproduksi menjadi final product saran kami jangan dibatasi, khusus yang kita tidak produksi atau produksinya sangat sedikit apalagi impornya tujuannya untuk diolah lagi dan diekspor,” ucapnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ini “Karena saat ini industri manufaktur kita mulai tumbuh, jangan sampai ini menjadi kontra produktif terhadap keinginan kita untuk mendorong ekspor bernilai tambah tinggi,” ujarnya.
Terlebih, saat ini Indonesia tengah giat membuka peluang kerja sama perdagangan bebas dan getol menarik investasi. “Takutnya bila kita menerapkan kebijakan ini akan memberikan mixed signals kepada investor maupun mitra perdagangan kita, selain harus tetap waspada terhadap kebijakan retalisasi yang mungkin dihadapkan kepada kita,” katanya.
<!--more-->
Ketika menentukan jenis komoditas yang akan dibebani kenaikan tarif PPh impor, menurut dia pemerintah juga harus mengkajinya dengan matang. “Biarpun pemerintah tetap memaksa melaksanakan kebijakan ini, kami meminta mereka benar-benar berhati-hati, karena implikasinya akan sangat luas.”
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menuturkan pembatasan 900 jenis komoitas impor yang tergolong sebagai barang konsumsi itu dinilai kurang signifikan. “Karena impor barang konsumsi hanya 9 persen dari total impor, akan lebih efektif mengendalikan impor bahan baku dan barang modal proyek infrastruktur,” ucapnya.
Baca: Sri Mulyani Minta 500 Komoditas Impor Dibatasi, Ini Sebabnya
Dia pun mengingatkan risiko kebijakan tersebut terhadap kegiatan ekspor, sebagai respon dari mitra dagang. “Risiko gugatan WTO yang mengancam Indonesia dengan sanksi Rp 5 triliun bisa terulang, kalau barang ekspor kita dihambat melalui kebijakan tarif dan non tarif itu, ujung-ujungnya tetap saja tidak menyelesaikan permasalahan CAD.”