Tiga Kritik Indef soal Data Kemiskinan BPS

Senin, 6 Agustus 2018 06:30 WIB

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adinegara, tren harga minyak mentah harus diwaspadai karena bakal berimbas pada harga gas dalam negeri yang sangat dibutuhkan oleh industry domestik. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut data kemiskinan Badan Pusat Statistik pada dasarnya valid. Hanya saja, Bhima mempunyai tiga kritik terkait data tersebut.

BACA: Sri Mulyani Sebut Kemiskinan Turun, Ekonom Pertanyakan Hal Ini

"Data BPS tentu tidak lepas dari kritik," ujar Bhima kepada Tempo, Ahad, 5 Agustus 2018.

Pertama, Bhima berujar garis kemiskinan BPS, yaitu Rp 400 ribu per kapita per bulan hanya mengambil sampel dari sisi pengeluaran, bukan pendapatan maupun aset. Sehingga, masyarakat miskin yang berhutang bisa saja pengeluarannya di atas garis kemiskinan. Padahal pendapatannya rendah.

"Jadi saran untuk BPS, harusnya membuat survey kemiskinan juga berdasarkan pendapatan dan aset agar lebih komprehensif memotret angka kemiskinan nasional," kata Bhima.

Advertising
Advertising

Kedua, survei kemiskinan diambil saat panen raya. Sehingga, ujar Bhima, nilai tukar petani alias NTP pun tinggi. Adapun sebagian besar penduduk miskin kini bekerja di sektor petanian. "Pertanyaannya, apakah nanti bulan September di survey berikutnya bertepatan panen raya?"

Ketiga, Bhima mengingatkan bahwa BPS adalah lembaga independen. Citra itu sempat terganggu lantaran Presiden Joko Widodo sempat menginstruksikan BPS untuk berkoordinasi dulu dengan kementerian sebelum melakukan survei. Sehingga, apabila survei dilakukan setelah cairnya dana bantuan sosial, sudah dipastikan angka kemiskinan akan turun.

"Tapi ini jadi semu karena tergantung sekali pada bansos pemerintah," ujar Bhima.

Data kemiskinan kerap disebut-sebut dalam pidato politikus menjelang pesta demokrasi Pemilu 2019. Perkaranya, kata Bhima, politikus kerap menggunakan angka kemiskinan secara sepotong-sepotong. Malahan, kata dia, politikus acapkali tak menyebut sumber data dan metode pengambilan data secara lengkap.

"Itu yang menimbulkan kebingungan," ujar Bhima kepada Tempo, Ahad, 5 Agustus 2018. Walau, Bhima menganggap kritik dengan menggunakan data kemiskinan bukan sebuah masalah. "Enggak ada masalah pakai BPS asal politikus buat laporan lengkap kalau mau kritik, jangan campur-campur."

Sebelumnya, BPS mengumumkan per Maret 2018 tingkat kemiskinan mencapai 9,82 persen. Angka kemiskinan itu turun dalam lima tahun terakhir dan akhirnya menembus single digit.

Tahun ini, penduduk di bawah garis kemiskinan turun hingga 633,2 ribu orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2017, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan mencapai 26,58 juta orang, per Maret 2018 penduduk miskin berjumlah 25,95 juta orang.

Namun Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto malah menyebut tingkat kemiskinan di Indonesia naik 50 persen dalam lima tahun terakhir. Ia menyebut Indonesia menjadi tambah miskin dalam lima tahun ini. Hal itu juga ditambah dengan mata uang rupiah yang terus melemah.

Adapun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter @SBYudhoyono, beberapa waktu lalu, menyebutkan kemiskinan di Indonesia cukup tinggi jika menggunakan standar dari Bank Dunia. Lembaga internasional tersebut memiliki kategori bahwa mereka yang memiliki penghasilan di bawah US$ 2 per hari atau sekitar Rp 864 ribu per bulan adalah kelompok masyarakat miskin.

BACA: Level Kemiskinan 1 Digit, Penduduk Rentan Miskin Masih Belum Aman

Dengan demikian, kata SBY, lebih dari 40 persen atau sekitar 100 juta masyarakat Indonesia berada di kelompok ini. Polemik muncul karena pada pertengahan bulan lalu Badan Pusat Statistik merilis bahwa tingkat kemiskinan Indonesia 9,82 persen atau terendah dalam sejarah. Belakangan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa data BPS valid adanya.

Berita terkait

PBB: Kehancuran Bangunan di Gaza Terburuk Sejak PD II, Butuh Biaya Rekonstruksi Hingga US$40 Miliar

10 jam lalu

PBB: Kehancuran Bangunan di Gaza Terburuk Sejak PD II, Butuh Biaya Rekonstruksi Hingga US$40 Miliar

PBB melaporkan kehancuran perumahan di Gaza akibat serangan brutal Israel sejak 7 Oktober merupakan yang terburuk sejak Perang Dunia II.

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

1 hari lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

1 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

7 hari lalu

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

11 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

11 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

11 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

11 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

11 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

11 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya