OJK Siapkan Lima Kebijakan Dukung Pembiayaan Infrastruktur
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 31 Januari 2018 05:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan sejumlah program yang akan menjadi fokus di 2018 untuk mendukung aspek pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan sektor prioritas lainnya, percepatan program industrialisasi, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Program itu ditempuh melalui peningkatan literasi dan akses pembiayaan masyarakat, serta optimalisasi potensi ekonomi syariah," ujar Ketua OJK Wimboh Santoso, dalam keterangan tertulis, Selasa 30 Januari 2018.
Wimboh menuturkan pihaknya memiliki setidaknya lima kebijakan strategis untuk mendukung pembiayaan infrastruktur dan sektor prioritas yang sekaligus memperdalam pasar keuangan. Pertama dengan mendorong perluasan dan pemanfaatan instrumen pembiayaan yang lebih bervariasi. "Instrumen yang dimaksud antara lain perpetual bonds, green bonds, dan obligasi daerah, termasuk penerbitan ketentuan pengelolaan dana Tapera melalui skema Kontrak Investasi Kolektif," katanya.
Simak: 3 Hal Ini Jadi Tantangan Utama OJK
Wimboh melanjutkan kebijakan yang kedua adalah dengan mempermudah proses penawaran umum efek bersifat utang dan sukuk bagi pemodal profesiona. Kebijakan ketiga diikuti dengan peningkatan akses bagi investor domestik serta keterlibatan pelaku ekonomi, khususnya lembaga jasa keuangan di daerah melalui penerbitan kebijakan pendirian Perusahaan Efek Daerah.
Kemudian, kebijakan keempat adalah meningkatkan proses penanganan perizinan dan penyelesaian transaksi yang lebih cepat dengan menggunakan teknologi. "Terakhir menghilangkan
kewajiban pembentukan margin 10 persen untuk transaksi hedging nilai tukar," ujarnya.
Wimboh menuturkan pihaknya juga akan mengoptimalkan peran industri keuangan non bank (IKNB) dalam mendukung pembangunan infrastruktur. Selain itu, OJK juga akan tetap menjalankan fokusnya dalam pengawasan industri jasa keuangan secara terintegrasi untuk perbankan, pasar modal, dan IKNB. "Kami optimalkan peran teknologi dan menerapkan standar internasional yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia."
Wimboh menyampaikan pembangunan infrastruktur sangat penting dalam mendukung program Sustainable Development Goals atau tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya dalam menyediakan sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Intinya ada empat aspek yang perlu diperhatikan ketika mendorong tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, yaitu inovasi, inklusif, integrasi dan infrastruktur," katanya.
Untuk membangun infrastruktur, OJK akan mendorong pengembangan blended finance sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur di Indonesia, khususnya dengan mendorong pembiayaan dari pasar modal. Adapun blended finance adalah pembiayaan yang berasal dari dana kedermawanan yang dihimpun masyarakat yang dijadikan sebagai modal swasta untuk investasi jangka panjang.
Menurut Wimboh, peran regulator keuangan seharusnya tidak semata-mata fokus pada stabilitas saja, namun juga berperan memfasilitasi pembiayaan pembangunan nasional, baik dalam pembiayaan infrastruktur maupun penyediaan akses pembiayaan bagi UMKM. “Regulator harus dapat menyediakan regulatory environment yang mendukung upaya ini." Wimboh menambahkan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kondisi makro ekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif.
Staf Ahli Menteri Koordinator bidang Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus berujar pemerintah juga menerapkan fokus yang sama untuk meningkatkan daya saing di bidang ekonomi makro dan pembangunan infrastruktur. "Ini persyaratan dasar untuk memiliki daya saing yang kuat," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dana pembangunan infrastruktur saat ini terbatas, atau hanya 30 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk mencapai hal tersebut, Luhut menyebutkan pembangunan infrastruktur di kota-kota besar akan dilakukan tanpa menyedot dana APBN. "Karena itu harus dicari cara bagaimana agar proyek-proyek itu bisa menarik bagi investor. Blended finance bisa menjadi salah satu jalan keluarnya,” ujarnya.
GHOIDA RAHMAH | FAJAR PEBRIANTO