Sri Mulyani: Bitcoin Rawan Digunakan untuk Pencucian Uang
Reporter
Antara
Editor
Anisa Luciana
Selasa, 23 Januari 2018 15:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan transaksi menggunakan mata uang virtual atau cryptocurrency, salah satunya Bitcoin. Pasalnya, Bitcoin tidak memiliki landasan hukum sebagai alat pembayaran yang sah.
"Transaksi ini tidak legitimate karena tidak sesuai undang-undang," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa, 23 Januari 2018.
Baca juga: BI Sebutkan Bahaya Bitcoin sebagai Alat Transaksi dan Investasi
Transaksi menggunakan mata uang virtual ini, kata Sri Mulyani, telah dilarang oleh berbagai negara karena penuh dengan unsur spekulasi dan berpotensi merugikan masyarakat. Selain itu, mata uang virtual ini rawan digunakan untuk transaksi ilegal, pencucian uang, dan pendanaan terorisme, mengingat belum adanya otoritas yang mengatur dan mengawasi.
Dengan kondisi tersebut, Sri Mulyani mengharapkan mata uang virtual juga tidak digunakan sebagai instrumen investasi karena membuka peluang terjadinya tindak penipuan dan kejahatan. "Sebagai instrumen investasi, kita peringatkan tidak ada basisnya. Ini juga bisa menciptakan bubble bagi mereka yang berpartisipasi dan berisiko bagi masyarakat," ujarnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memastikan semua industri jasa keuangan sudah dilarang untuk memfasilitasi perdagangan mata uang virtual, termasuk Bitcoin. "Peraturan OJK juga menyatakan semua produk jasa keuangan yang dikeluarkan harus lapor OJK. Kalau dilanggar ada sanksi administrasi sampai penurunan tingkat kesehatan," katanya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sebelumnya menyebutkan mata uang virtual seperti Bitcoin tak hanya berbahaya jika digunakan dalam transaksi pembayaran, tapi juga investasi. Hal itu disebabkan instrumen tersebut berisiko akibat tidak adanya regulator atau administrator yang mengawasi. “Bitcoin itu juga tidak didasari underlying transaksinya yang menjadi dasar penilaian Bitcoin,” ujarnya, di Jakarta, Selasa, 23 Januari 2018.
Agus Marto menuturkan Bitcoin memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai alat pencucian uang dan pendanaan terorisme. Bank Indonesia juga mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan perdagangan atau penjualan Bitcoin. “Karena kami tidak ingin masyarakat nanti yang bertransaksi dengan Bitcoin melanggar aturan, sehingga berisiko kehilangan dananya.”
ANTARA