Angkutan Online Dirazia di Bandung, Dirangkul di Klaten
Reporter
Dinda Leo Listy (Kontributor)
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 17 Oktober 2017 07:39 WIB
TEMPO.CO, Klaten -Layanan angkutan online ditolak di Jawa Barat, namun hal berbeda terjadi di Kabupaten Klaten. Pemerintah setempat justru memberi angin segar.
Agar tak terjadi konflik dengan angkutan kota maupun taksi, pemerintah Kabupaten membatasi jam operasional transportasi online. “Kenapa dilarang? Ojek online dan ojek konvensional itu kan sama, sama-sama tidak berizin. Kalau ojek online malah punya badan hukum,” kata Kepala Dinas Perhubungan Klaten Purwanto Anggono Cipto saat ditemui Tempo seusai menghadiri rapat paripurna di DPRD Klaten pada Senin, 16 Oktober 2017.
Di Klaten, ojek online terbilang masih seumur jagung seperti Grab Bike yang baru membuka rekrutmen pengemudi pada 19 Juli (selama sebulan). Adapun Go-Jek baru memulai promosi pada 6 Agustus. Menurut Purwanto, perluasan sayap ojek online di wilayah Klaten justru membuat sebagian masyarakat merasa diuntungkan.
“Kehadiran mereka dibutuhkan masyarakat kok. Kalau dilarang, nanti (masyarakat) pada komplain, bagaimana?” kata Purwanto. Bagi dia, ojek online adalah keniscayaan dari kemajuan teknologi yang semakin memudahkan berbagai aktivitas masyarakat.
“Sekarang kita kembalikan ke diri sendiri. Tinggal tiduran di rumah, ojeknya datang ke rumah, apa nggak enak? Yang penting jangan terjadi benturan dengan ojek konvensional,” kata Purwanto. Guna mencegah benturan antara ojek online dan ojek konvensional, Pemkab Klaten akan menerapkan aturan yang membatasi daerah operasional sekaligus jarak pangkalan mereka.
Batasan itu seperti ojek online dilarang mengangkut penumpang di lokasi yang berjarak satu kilometer dari pangkalan ojek konvensional. Dari catatan Purwanto, sedikitnya ada 19 pangkalan ojek konvensional di sepanjang Jalan Solo - Jogja yang membentang dari Kecamatan Wonosari sampai Prambanan, Klaten.
Ojek online juga dibatasi operasionalnya di tempat keramaian umum. Aturan tersebut akan dituangkan dalam surat edaran serta disosialisasikan langsung kepada masyarakat. “Seperti di Yogyakarta, ojek online tidak bisa menjemput penumpang di bandara,” kata Purwanto.
Batasan-batasan operasional ojek online itu telah disosialisasikan dalam forum yang menggandeng berbagai kalangan, termasuk pihak ojek online dan konvensional hingga kepolisian.
Menurut seorang pengemudi ojek online di Klaten, Angga, 28 tahun, sudah ada semacam kesepakatan antar pengemudi ojek online untuk tidak melayani pesanan di zona merah sebelum ada batasan operasional dari Dinas Perhubungan Klaten.
“Berkaca dari pengalaman teman-teman angkutan online di daerah lain, sejak awal di Klaten kami memang tidak menerima pesanan di titik-titik tertentu seperti terminal, stasiun, atau lokasi yang berdekatan dengan pangkalan ojek konvensional,” kata warga Kecamatan Prambanan itu kepadaTempo.
DINDA LEO LISTY