Menteri Pariwisata: Kita Harus Punya Makanan Nasional
Reporter
Yohanes Paskalis
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 30 September 2017 15:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan banyaknya jumlah makanan khas di Indonesia merupakan sebuah kelebihan. Namun hal itu sekaligus menyulitkan pemerintah memilih makanan nasional yang bisa mewakili Indonesia.
"Kelebihan kita banyak jenis makanan, itu kekurangan juga. Saya usul ke Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), kita harus punya makanan nasional," ujar Arief saat menjadi pembicara di rapat koordinasi bidang pariwisata Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di gedung Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Menteng, Jakarta, Sabtu, 30 September 2017.
Kekurangan itu kerap dibuktikan Arief dengan melemparkan pertanyaan mengenai makanan khas negara lain kepada masyarakat Indonesia.
Dia pun memberi contoh dengan pertanyaan seputar makanan kepada peserta rakor PDIP. Ketika ditanya mengenai makanan khas Jepang, peserta rapat serentak menjawab sushi. Begitu pun saat ditanyai makanan khas Thailand, yang jawabannya tom yam. "Kalau soal apa makanan nasional Indonesia, itu susah dijawab. Poinnya kita belum sepakat soal makanan nasional."
Pemerintah pun menentukan lima jenis makanan untuk diusulkan menjadi makanan nasional. Kelimanya adalah rendang, soto, sate, nasi goreng, dan gado-gado. "Kita pilih, muncul top five (lima terbaik). Dari sini diusulkan satu oleh Bekraf, yaitu soto," kata Arief.
Arief mengaku sempat condong memilih rendang secara pribadi. "Tapi, berdasarkan market base (basis pasar), memang paling banyak soto. Jadi tergantung cara kita memandangnya saja."
Adapun Ketua Bekraf Triawan Munaf mengatakan soto dipilih karena sifat yang merakyat. Jenisnya pun beragam, yakni mencapai 50 jenis soto khas.
"Saya mencanangkan soto. Kuliner yang baik adalah yang bisa dihadirkan sehari-hari. Soto bisa menjadi sarapan, makan siang bisa, makan malam juga," kata Triawan, yang juga hadir sebagai pembicara.
Triawan pun menekankan pentingnya dukungan terhadap kuliner domestik. Makanan, kata dia, menjadi salah satu penyumbang terbesar terhadap kontribusi ekonomi kreatif.
Pada 2015, ujar Triawan, kontribusi ekonomi kreatif Indonesia mencapai Rp 852 triliun atau sekitar 7,38 persen dari total pendapatan nasional. Tiga sektor ekonomi kreatif yang menjadi ujung tombak adalah kuliner, fashion, dan kerajinan tangan.
YOHANES PASKALIS PAE DALE