TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan masih banyak hak bangsa Indonesia yang belum terpenuhi dalam kontrak PT Freeport, yang telah berlangsung sejak 1967. Sejak 1967 sampai 2014, pengelola tambang itu hanya membayar royalti untuk emas sebesar 1 persen kepada pemerintah.
“Padahal negara lain kewajiban bayar royalti 6-7 persen," kata Rizal Ramli di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, pada Senin, 12 Oktober 2015.
Rizal Ramli menjelaskan, sebelum era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir, perusahaan tambang milik Amerika Serikat itu setuju menaikkan royalti menjadi 3,5 persen. "Tapi itu belum cukup. Menurut kami, Freeport harus bayar royalti 6-7 persen," ucapnya.
Royalti rendah selama 47 tahun itu, menurut Rizal, terjadi karena adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme saat perpanjangan kontrak pada 1980-an. Dia pun berharap kejadian serupa tidak terulang. "Kami ingin supaya kontrak ini bermanfaat buat rakyat dan bangsa," tuturnya.
Rizal Ramli juga menilai PT Freeport tidak memproses limbah beracun yang mencemarkan Sungai Amungme, Papua. "Mau untung besar-besaran.” Padahal, menurut dia, ada perusahaan tambang di Sulawesi yang memproses limbahnya dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan dan masyarakat.
FRISKI RIANA