Muhammad Subhan, 41 tahun, eksportir biji plastik di Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, mengaku tak mengalami penurunan permintaan menyusul pemberlakuan pasar bebas awal tahun ini. Setiap bulan Subhan mengekspor 30 ton biji plastik ke Hong Kong. “Kami siap menghadapi pasar bebas,” kata Subhan kepada Tempo di rumah sekaligus pabrik mininya, Rabu (13/1).
Menurut dia, hingga kini Indonesia masih kewalahan memenuhi permintaan biji plastik ke Hongkong. Setiap pekan negara itu membutuhkan sedikitnya 12 kontainer biji plastik dengan kapasitas 300 ton dari Indonesia untuk diolah menjadi berbagai barang jadi.
Keunggulan komoditas barang mentah ini, menurut Subhan, belum dilirik oleh negara lain di Asia. Sehingga Indonesia masih satu-satunya negara penghasil biji plastik yang menjadi tulang punggung Hong Kong dan Cina. Hal ini terbukti dengan banyaknya negara lain yang mengirimkan bahan baku plastik untuk diolah menjadi biji plastik di Indonesia.
Selanjutnya biji plastik itu diekspor kembali dalam bentuk poliester agar bisa diolah menjadi bahan karpet, busa kasur, hingga busa rokok. “Satu-satunya faktor yang mempengaruhi hanyalah fluktuasi dolar dan harga minyak dunia,” katanya.
Namun, Subhan berharap kepada pemerintah agar tidak seratus persen melepas bisnis ini kepada mekanisme pasar. Sebab hingga saat ini biaya produksi dalam negeri masih lebih tinggi dibandingkan negara Asia lain seperti Cina.
Harga tenaga kerja dan kebutuhan hidup di sana jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia hingga berpengaruh pada rendahnya harga jual produk mereka. Dalam kondisi seperti itu pemerintah masih diminta memberikan perlindungan kepada pengusaha biji plastik di Indonesia.
HARI TRI WASONO