Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan, Drajad Hari Wibowo, mengatakan pembebasan pajak pertambahan nilai itu akan mengakibatkan pasar dalam negeri kebanjiran produk impor. "Harganya juga akan lebih murah ketimbang produk dalam negeri," kata ekonom sekaligus anggota komisi XI DPR Dradjad Hari Wibowo, di Jakarta, Selasa (25/8).
Pemerintah seharusnya mempertahankan usulan semula yang tidak merubah komponen bahan pokok yang dibebaskan dari PPN atau sama seperti dalam UU PPN dan PPnBM sebelumnya. "Yang diputus di panja kemarin adalah kesalahan besar. Harusnya pemerintah bertahan dengan ajuannya," tutur dia.
Seperti diberitakan, dalam rapat panja Rancangan Undang-Undang Pajak Pertambangan Nilai menyepakati adanya tambahan jenis barang kebutuhan pokok yang dibebaskan pengenaan pajak. Tambahan kebutuhan pokok yang dibebaskan PPN yaitu daging, susu, telor, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Padahal dalam draft awal rancangan regulasi itu komponen bahan pokok yang dibebaskan PPN hanya beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik beryodium maupun tidak beryodium. Komponen itu sama dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Merah.
Menurut Dradjad, pemerintah masih memiliki peluang membatalkan kesepakatan itu dalam rapat Panitia Khusus. "Saat ini kan baru kesepakatan panja, belum final. Nanti baru akan diketok pada rapat pansus (panitia khusus), masih ada kesempatan," ungkapnya. Jika Menteri Keuangan tak mau mengintervensi, Drajad menilai pemerintah tidak berpihak pada petani dalam negeri.
Direktorat Jenderal Pajak, M. Tjiptardjo, mengakui bakal ada dampak negatif dibebaskannya bahan pokok dari Pajak Pertambahan Nilai. Namun, dia memastikan pemerintah tak akan membiarkan petani lokal terpuruk akibat ancaman produk impor. ”Itu nanti akan diatur lebih lanjut. Urusan impor juga akan diatur oleh Departemen Perdagangan,” ujarnya.
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Vera Febianti, menegaskan tujuan pembebasan pajak itu semata-mata untuk keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap bahan pokok berkualitas. Dia menolak jika kesepakatan itu dibatalkan begitu saja. ”Kalau pemerintah mau mencari pendapatan pajak dari komponen lain saja, jangan bahan kebutuhan pokok,” katanya.
AGOENG WIJAYA