Lampu Kuning Utang Indonesia

Reporter

Editor

Grace gandhi

Rabu, 2 September 2015 07:18 WIB

Dolar Amerika. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Jakarta - Rasio utang Indonesia dinilai sudah masuk tahap lampu kuning, sehingga pemerintah diharapkan tak menambah pinjaman. Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, Indonesia memang butuh dana segar dalam bentuk dolar Amerika Serikat untuk menahan laju penguatan mata uang negara tersebut.

"Tapi bentuknya jangan berupa utang, melainkan dari investasi," kata Enny menjawab pertanyaan seputar kedatangan Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, Selasa, 1 September 2015.

Enny menjelaskan penambahan utang akan membuat risiko terhadap likuiditas membesar. Selain itu, devisa Indonesia bakal habis hanya untuk membayar cicilan dan bunga.

Hingga akhir Juli, cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 107,5 miliar, turun dari bulan sebelumnya sebesar US$ 108,03.

Sementara jumlah utang Indonesia per Agustus 2015 tercatat sebesar Rp 2.911 triliun yang terdiri atas pinjaman sebesar Rp 694 triliun dan Surat Berharga Negara sebesar Rp 2.217 triliun. Secara rasio, jumlah itu sudah mencapai 27,6 persen dari Produk Domestik Bruto 2014. "Risikonya terlalu tinggi dan banyak utang yang tidak produktif," katanya.

Enny berpendapat pemerintah saat ini seharusnya melakukan peningkatan penyerapan anggaran. "Fokusnya adalah belanja yang bisa memberikan stimulus buat meningkatkan daya beli masyarakat dan produktivitas," ujar Enny.

Penyerapan belanja kementerian dan lembaga per 31 Juli 2015 baru mencapai Rp 261 triliun atau 32,8 persen dari pagu APBN-P 2015 yang sebesar Rp 795,5 triliun

Jadi, ujarnya, buat apa menambah utang baru kalau anggaran yang ada saja tidak terserap. Selain penyerapan, Enny menyebut pemerintah saat ini harus mengoptimalkan penerimaan negara. "Pemerintah harus disiplin dengan anggarannya sendiri."

Dalam kuliah umumnya di Universitas Indonesia, Selasa, 1 September 2015, Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan Indonesia harus memperhatikan tiga hal untuk mempersiapkan ekonomi. Ketiga hal tersebut adalah pembangunan infrastruktur, iklim investasi, dan perdagangan.

Menurut Lagarde, pembangunan infrastruktur bagi negara yang memiliki 17 ribu pulau adalah hal vital. Infrastruktur penting untuk menghubungkan orang dan pasar dengan daerah lain, bahkan dunia.

“Biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari PDB. Ini terlalu tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13 persen,” kata Lagarde.

Kedua, iklim investasi. Cina, Jepang, dan Korea Selatan, ia menunjuk contoh, adalah negara-negara maju yang mengembangkan potensi mereka dengan melibatkan dunia. Ketiga negara itu belajar dari dunia, melakukan internalisasi terhadap teknologi baru, dan kemudian bergabung dengan pasar global.

“Indonesia dapat melakukan hal yang sama. Tapi yang pertama harus dilakukan adalah merampingkan peraturan investasi yang kompleks serta harmonisasi peraturan nasional dan lokal,” ujar Lagarde.

Terakhir, integrasi perdagangan. Perdagangan selalu menjadi pendorong utama kegiatan ekonomi Indonesia. “Penting untuk melakukan liberalisasi perdagangan lebih lanjut dan integrasi, terutama dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN.”

PRAGA UTAMA | TRI ARTINING PUTRI

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

4 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

5 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

6 hari lalu

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

Erick Thohir mengatakan BUMN perlu mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD

7 hari lalu

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD

Erick Thohir mengarahkan agar BUMN membeli dolar secara optimal dan sesuai kebutuhan di tengah memanasnya geopolitik dan penguatan dolar.

Baca Selengkapnya

Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

7 hari lalu

Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

BI mencatat jumlah utang luar negeri Indonesia jumlahnya naik 1,4 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

36 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

37 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

37 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

37 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

37 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya