TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia, Chatib Basri, mengatakan penurunan harga minyak dunia menjadi US$ 56 per barel itu memang disengaja. "Agar ada predatory prices," ujarnya di Hotel Mulia Jakarta, Rabu, 14 Januari 2014.
Predatory prices, ujar Chatib, diupayakan para produsen minyak agar menghentikan laju penggunaan energi alternatif. "OPEC akan membiarkan volume minyak terus meningkat," tutur Chatib. (Baca: HargaMinyak Anjlok, Bursa Regional Ikut Merosot)
Menteri Keuangan periode 2009-2014 itu mengatakan penurunan harga minyak akan otomatis mengikis permintaan energi alternatif dan mengokohkan minyak sebagai satu-satunya sumber energi. Harga murah membuat konsumen enggan beralih menggunakan energi alternatif, yang notabene harganya tidak terpaut jauh.
Menurut Chatib, turunnya harga minyak hanya menjadi umpan dan memberikan ilusi kepada konsumen kalau stok minyak melimpah. "Ketika minyak menjadi satu-satunya energi yang digunakan, saat itulah harga minyak akan naik," katanya. (Baca: HargaMinyak Anjlok, Momentum Hapus Premium)
Chatib memberi contoh penurunan harga CPO. "Dulu, waktu harga minyak tinggi, harga CPO juga naik, karena banyak yang menggunakannya sebagai alternatif," ujarnya. Situasi yang sama, tutur dia, juga dirasakan oleh komoditas energi lain, seperti batu bara. "Income-nya turun secara signifikan."
Harga Minyak Dunia Turun di Perdagangan Awal Pekan, Apa Penyebabnya?
8 Januari 2024
Harga Minyak Dunia Turun di Perdagangan Awal Pekan, Apa Penyebabnya?
Harga minyak dunia turun dalam perdagangan awal pekan, 8 Januari 2024. Kenaikan harga terjadi karena pemotongan harga yang tajam oleh eksportir utama Arab Saudi dan kenaikan produksi OPEC.