Proses pembangunan jalan tol akses New Priok, Jakarta. ANTARA/Dhoni Setiawan
TEMPO.CO, Jakarta -- Ekonom Utama Bank Dunia Ndiame Diop memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 5,9 persen. Prediksi ini lebih rendah ketimbang target pertumbuhan dalam APBN Perubahan 2013 sebesar 6,3 persen.
"Ada perlambatan permintaan dalam negeri, tekanan harga komoditas, dan penerimaan ekspor," kata Ndiame pada acara Peluncuran Laporan Triwulan Ekonomi Indonesia dari Bank Dunia Edisi Juli 2013 di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2013.
Ndiame mengakui pemerintah sigap membendung pengaruh krisis ekonomi global dengan menerbitkan kebijakan moneter dan fiskal Indonesia yang responsif. Perlambatan ini bersifat sementara. "Tahun depan ekonomi Indonesia kembali meningkat."
Beragam tekanan ekonomi yang berpotensi mengganggu pertumbuhan. Tekanan itu berupa harga beberapa komoditas dunia yang membebani ekonomi Indonesia.
Musababnya, peran ekonomi global yang kuat dalam penerimaan valuta asing, penurunan keuntungan dunia usaha, dan investasi. "Harga komoditas utama Indonesia menurun dan 20 persen lebih rendah ketimbang dua tahun lalu."
Menyikapi itu, menurut Ndiame pemerintah perlu meresponnya dengan kebijakan makro yang fleksibel. Salah satu yang krusial adalah langkah mengurangi impor minyak. Impor minyak menyebabkan neraca perdagangan defisit. Ndiame menilai kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi sebagai langkah yang tepat.
Ndiame menyarankan belanja subsidi lebih baik dialihkan untuk belanja sosial. Jika belanja sosial naik, tingkat kemiskinan diprediksi akan turun menjadi 9,4 persen pada Maret 2014.
Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel
9 hari lalu
Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel
Ekonom sekaligus Pendiri Indef Didik J. Rachbini mengingatkan pemerintah Indonesia, termasuk Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dengan Israel.