TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan Bank Indonesia telah berbuat zalim terhadap masyarakat bila kebijakan pengenaan biaya isi ulang uang elektronik (e-money) diberlakukan.
“Kalau kebijakan ini dilakukan berarti otoritas moneter kita benar-benar zalim terhadap masyarakat. Kejam sekali karena masyarakat sudah rela menaruh deposit uangnya di e-money eh masih dibebani lagi,” tuturnya kepada Bisnis, Ahad, 17 September 2017.
Enny mengatakan, kebijakan pengenaan biaya isi ulang, kontraproduktif dengan keinginan BI mendorong masyarakat mendukung gerakan nasional nontunai (GNNT). Menurut Enny, seharusnya BI mengeluarkan kebijakan yang memberikan kemudahan dan insentif pada masyarakat.
“Kalau GNNT ini berhasil maka banyak keuntungan untuk BI. BI tidak perlu mencetak uang baru. Selain itu akan meminimalisir uang palsu atau tidak layar edar. Ini penghematan juga buat BI,” kata dia.
Sebelumnya, kalangan perbankan mengatakan biaya isi ulang e-money bertujuan untuk meningkatkan sarana isi ulang seperti ATM. Namun, menurut Enny peningkatan fasilitas ATM atau mesin yang bisa mempermudah isi ulang merupakan bagian dari investasi bank.
Sebab jika GNNT terlaksana, perbankan memiliki potensi untuk mendapatkan dana murah karena bank tidak perlu lagi memberikan bunga tabungan. “Namun jika kebijakan ini (biaya isi ulang) terus dijalankan, maka hanya akan menguntungkan regulator dan perbankan,” kata dia.
BISNIS