TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih memformulasikan mekanisme pengenaan pajak pada taksi online. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, mengatakan hal itu karena taksi online merupakan hal yang baru.
"Secara aturan tiap orang yang punya kegiatan usaha pasti ada objek PPh," kata Hestu Yoga Saksama saat ditemui di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu, 19 Juli 2017.
Hestu menuturkan jenis pajak yang akan ditarik di antara PPN dan PPh. Ia menyatakan tak ada jenis lain. "Kalau pajaknya sama saja, kalau tidak PPN ya PPh. Tak ada jenis pajak lain," ujarnya.
Hestu menjelaskan jika bicara soal PPh, itu bisa dikenakan ke taksi online. Para pengendara harus lapor sendiri penghasilannya berapa, biayanya berapa, penghasilan kena pajaknya berapa dan tarifnya berapa. Namun bisa juga melalui mekanisme lain seperti dipotong dan dipungut oleh pihak lain. "Ini yang kami sedang formulasikan."
Ketika ditanyakan untuk pajak bisnis online yang lain, Hestu Yoga menyatakan kurang lebih sama perlakuannya dengan taksi online. "Tetapi kan sistemnya masih self assessment, dia harus hitung sendiri," ucap Hestu.
Hestu mengungkapkan hingga saat ini belum ada mekanisme spesifik yang diterapkan. Ia mengaku pihaknya sedang melakukan formulasi untuk pajak-pajak ini agar lebih mudah bagi masyarakat dan pemerintah.
Saat ditemui di tempat berbeda, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan di dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 26 tahun 2017 sudah ada ruang untuk urusan perpajakan. Hal tersebut, kata Budi Karya, tertuang di dalam satu pasal di aturan tersebut.
Budi Karya mengungkapkan penerapan pajak pada taksi online harus dilakukan secara bertahap. Namun mengenai hal lebih lanjut, ia menyerahkan itu ke Menteri Keuangan. "Pasalnya sudah ada, tapi detailnya bukan di kami."
DIKO OKTARA