TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia berencana melaporkan penyelenggara umrah nakal ke polisi. "Kasus penelantaran umrah sudah masuk ranah pidana, karena sudah menjurus penipuan dan berskala internasional," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di Markas YLKI, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 19 Mei 2017.
Rencananya, kata Tulus, YLKI akan melaporkan kasus ini ke Badan Reserse Kriminal Polri bersama puluhan korban yang mengadu. Sejauh korban yang datang mengadu adalah konsumen First Travel dan Hannien Tour.
Baca: Jawaban First Travel Soal 270 Jemaah Umrah yang Belum Berangkat
Selain itu, YLKI juga akan melapor ke Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Tulus mengatakan, perusahaan travel umrah itu diduga melakukan praktik pencucian uang. "Pengelolaan uangnya sangat tidak transparan, jamaah tidak mengetahui uang yang sudah masuk bertahun-tahun digunakan untuk apa," ujarnya.
Tahun ini, kata Tulus, telah ada enam pengaduan tertulis yang masuk ke YLKI. Tak hanya itu, puluhan calon jamaah umrah yang ditelantarkan pun datang mengadu, beberapa mengatasnamakan ribuan jamaah korban perusahaan travel.
Contohnya adalah Fitrina seorang calon jamaah pengguna Hannien Tour. Dia mengaku telah melunasi biaya umrah sejak November 2016, dan semestinya berangkat pada 1 Maret 2017. Namun, jadwal yang pasti mengenai keberangkatannya tidak pernah jelas. "Setiap ditanya, banyak alasan," kata dia.
Jadwal tak kunjung keluar, dia malah diminta untuk menambah biaya Rp 800 ribu untuk upgrade pesawat dari Qatar atau Ethihad Airlines ke Pesawat Garuda. "Awalnya ragu, namun kemudian saya transfer, eh malah berlarut-larut. Ternyata ada 1.900 jamaah yang belum berangkat," ujar dia.
Kemudian dia akhirnya memutuskan untuk mengambil kembali dokumen dan dana yang telah disetorkan. Namun, hingga kini dana itu tidak kunjung kembali.
Pengadu lainnya, Tri yang menggunakan First Travel menuturkan sudah seminggu 388 orang jamaah dari Sidoarjo tertahan tanpa kepastian di Jakarta. "Bahkan sebagian besar masa cutinya sudah habis," ujarnya.
Iwan yang juga menggunakan First Travel mengaku sudah melunasi biaya dan dijanjikan berangkat, namun jadwal tidak kunjung ada. "Kami malah diminta bayar Rp 2,5 juta lagi agar bisa cepat berangkat," kata dia.
Tulus berujar dengan begitu pengusaha travel bermasalah itu juga melakukan pelanggaran terdata karena melakukan promosi yang menyesatkan. Kontrak perjanjian dianggap tidak masuk akal seperti jadwal keberangkatan yang dapat berubah hingga lima kali dengan pemberitahuan sehari sebelumnya. "Kami punya salinan syarat dan ketentuannya, ada perusahaan yang baru memberi setelah lunas pembayaran," kata dia.
Untuk itu, langkah awal yang akan dilakukan, kata dia, pada pekan depan YLKI bersama-sama dengan puluhan pengadu akan menyambangi Kementerian Agama guna mengadukan berbagai keluhan korban beserta barang bukti dan kronologi.
Mereka akan mendesak Kementerian Agama untuk bertindak tegas pada perusahaan travel yang terbukti menelantarkan jamaahnya. "Dengan mencabut izin operasionalnya atau menghentikan praktik promosi yang tidak masuk akal dan menyesatkan konsumen sebagai jamaah umrah," ujarnya
CAESAR AKBAR | DEWI RINA