TEMPO.CO, Jakarta - Penambahan pasokan minyak mentah Amerika Serikat diprediksi masih menekan harga di tengah optimisme perpanjangan pemangkasan produksi OPEC. Harga diperkirakan cenderung menurun terbatas pada kuartal II/2017 dalam rentang US$ 47-US$ 55 per barel.
Pada perdagangan Kamis, 6 April 2017, pukul 16:58 WIB, harga minyak WTI kontrak Mei 2017 berada di posisi US$ 51,5 per barel, stagnan dari perdagangan sebelumnya. Sepanjang tahun berjalan harga sudah merosot 8,72 persen.
Sementara harga minyak Brent kontrak Juni 2017 pada waktu yang sama meningkat 0,09 persen atau 0,05 poin menuju US$ 54,41 per barel. Sepanjang tahun berjalan harga mendingin 6,9 persen.
Scott Sheffield, Chairman Pioneer Natural Resources Co., mengatakan tingginya pasokan AS kembali menekan harga minyak mentah. Padahal, jika OPEC bersedia memperpanjang pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) yang sebelumnya berlangsung Januari-Juni 2017, harga berpeluang melampaui US$ 55 per barel.
Berdasarkan data EIA pada Rabu, 5 April 2017, stok minyak dalam sepekan yang berakhir Jumat, 31 Maret 2017, meningkat 1,56 juta barel menjadi 535,54 juta barel. Angka ini merupakan rekor tertinggi sejak EIA melakukan pencatatan pada Agustus 1982.
Dalam waktu yang sama, tingkat produksi minyak AS naik 52.000 barel menuju 9,2 juta barel per hari (bph), yang menjadi level tertinggi sejak Januari 2016. Sebelumnya pada Desember 2016, AS konsisten menahan produksi di level 8,7 juta bph.
"Peningkatan persediaan AS menimbulkan kekhawatiran di tengah upaya OPEC menanggulangi surplus suplai," ujarn Sheffield seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis, 6 April 2017.
Harga minyak mentah kembali berada di atas level US$ 50 per barel pada pekan lalu setelah adanya kabar perihal perpanjangan pemotongan produksi OPEC. Mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo, saat ini pasar sudah mengalami keseimbangan.
David Lennox, resource analyst Fat Prophets di Sydney, mengatakan sentimen AS terus-menerus menekan prospek keseimbangan pasar, sehingga harga tidak bisa melakukan reli panjang. Bahkan menurutnya, bila OPEC tidak mengumumkan perpanjangan pemangkasan produksi, harga WTI dapat terjerembab ke posisi US$ 45 per barel.
Informasi mengenai perpanjangan pemangkasan produksi dimulai saat negara produsen minyak mentah mengadakan rapat di Kuwait pada Minggu, 26 Maret 2017. Sebelumnya OPEC bersedia mengurangi produksi hingga 1,2 juta bph, dan negara lain seperti Rusia, menahan suplai sekitar 600.000 bph pada Januari-Juni 2017.
Setelah pertemuan di Kuwait, kesepakatan perpanjangan pemangkasan produksi akan diputuskan dalam rapat para menteri negara anggota OPEC pada 25 Mei 2017 di Wina, Austria.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), sampai Februari 2017 pemangkasan produksi OPEC sudah mencapai 91 persen, sedangkan negara produsen lainnya baru sekitar 44 persen. Bila pembatasan suplai hanya berlaku enam bulan, angka tersebut hanya mengurangi sepertiga dari total surplus suplai sebesar 300 juta barel.
Faisyal, analis Monex Investindo Futures, mengatakan pasar memang selalu menanti data produksi dan cadangan AS setiap pekan. Sentimen tersebut menjadi pertimbangan utama pasar dibandingkan pengurangan produksi OPEC.
Beberapa kali cadangan minyak AS mencapai rekor tertinggi baru, sehingga menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap tingginya pasokan. Para produsen minyak Paman Sam memang mengambil kesempatan dari harga yang cukup bagus dengan terus memacu suplai.
"AS ambil momentum dari harga yang terjaga oleh pengurangan produksi OPEC," tuturnya saat dihubungi, Kamis, 6 April 2017.
Sentimen dari OPEC yang berencana memperpanjang pemangkasan produksi juga belum mengangkat optimisme pasar. Pasalnya, baru dua negara yang mengonfirmasi kesediaan, yakni Arab Saudi dan Kuwait.
Pada kuartal II/2017, sambung Faisyal, harga minyak WTI tetap akan cenderung menurun terbatas. Harga diperkirakan bergerak dalam rentang US$ 47-US$ 55 per barel.