TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengapresiasi upaya penyelamatan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputeran Namun, AAJI tidak bisa menilai bahwa upaya penyelamatan itu akan memicu moral hazard dari industri asuransi jiwa kedepannya.
"Kami lihat ini ada kepedulian regulator, dalam hal ini OJK, untuk membuat industri asuransi jiwa di Indonesia semakin baik," kata Hendrisman Rahim, Ketua Umum AAJI dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 16 Februari 2017. "Ini baru pertama kali OJK melakukan hal ini, bahkan dengan membentuk pengelola statuter untuk industri yang tengah merugi seperti Bumiputera."
Baca Juga: OJK: AJB Bumiputera Terbelit Masalah Sejak Lama
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani, mengatakan PT Asuransi Jiwa Bumiputera (AJB) yang menjadi penerus Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, sudah menerima suntikan dana segar. Dana tersebut berasal dari konsorsium, salah satunya yaitu konsorsium Erick Tohir yang menyuntikan dana sebesar Rp 2 Triliun kepada PT AJB.
Maryoso Sumaryono, Kepala Bidang Regulasi AAJI tidak bisa memastikan apakah upaya penyelamatan yang diiringi oleh suntikan dana semacam itu bisa memicu moral hazard di industri asuransi jiwa kedepannya. "Tanggung jawab asosiasi terbatas, hanya memberikan informasi ke anggota, misal ada draft peraturan OJK terbaru, ada masukan tidak, hanya sebatas itu saja," ujarnya.
Maryoso tidak bisa menyebutkan kalau Bumiputera adalah contoh moral hazard, karena kasusnya sudah menahun. Kasus Bumiputera terjadi sebelum Asosiasi terbentuk dan akhirnya menjadi terakumulasi pada saat ini.
Simak: Agar Harga CPO Moncer, Ini Saran Ekonom
"Yang bisa menilai adalah OJK, apakah suatu perusahaan asuransi sehat atau tidak, berdasarkan laporan keuangan yang dilaporkan perusahaan, lalu memberikan treatment (perlakuan) tertentu," ucap Maryoso.
Maryoso mengatakan kalau semua perusahaan mengacu pada aturan yang ada, masalah seperti Bumiputera sebenarnya bisa diketahui secara dini.
Kepada DPR, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad, juga membenarkan jika masalah solvabilitas (kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya) AJB Bumiputera sudah berlangsung lama sejak tahun 2000.
FAJAR PEBRIANTO | SETIAWAN