TEMPO.CO, SEMARANG — PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. menargetkan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, dapat kembali beroperasi pada Maret 2017. Sebabnya, perseroan telah merevisi amdal dan mengajukannya kembali kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah pada 5 Februari.
Baca: PKB: Hentikan Pembangunan Pabrik Semen di Rembang
Seperti diketahui, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencabut perizinan lingkungan pabrik semen perusahaan bersandi saham SMGR di Rembang itu. Padahal, pembangunan pabrik yang menelan investasi Rp4,97 triliun itu sudah rampung sekitar 98,75 persen akhir tahun lalu.
Pencabutan izin lingkungan itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur No. 6601/4 Tahun 2017 tanggal 16 Januari 2017 tentang Pencabutan Keputusan Gubernur No. 660.1/30 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Baca: Kalah di Pengadilan, Semen Indonesia Nekad Bangun Pabrik
Baca Juga:
“Sesuai SK Gubernur sudah kami penuhi semuanya kalau bisa turun SK minggu ini atau minggu depan kami akan memulai lagi hal-hal yang sudah terlambat sejak 16 Januari dihentikan. Sehingga kami berharap Februari ini selesai dan sekitar Maret kami siap beroperasi,” kata Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia, kepada Bisnis, Kamis 9 Februari 2017.
Dengan beroperasinya pabrik berkapasitas tiga juta ton per tahun itu, pada 2017 SMGR akan memiliki kapasitas terpasang mencapai 37 juta ton. Menurutnya, jumlah tersebut termasuk kontribusi dari beroperasinya pabrik anyar di Indarung IV, Padang, Sumatra Barat dengan kapasitas yang sama seperti fasilitas produksi di Rembang.
Dia menjelaskan, pada tahun lalu tingkat utilisasi perseroan mencapai 90 persen atau setara 33,3 juta ton dari kapasitas terpasang yang mencapai 31 juta ton. Tahun ini, tingkat utilisasi diperkirakan mencapai 33 juta ton hingga 34 juta ton. Pasalnya, kedua pabrik anyar pada tahun pertama beroperasi hanya dapat digenjot pada utilisasi maksimal sekitar 70 persen.
Saat ditanyai terkait serapan di pasar dalam negeri, menurutnya, pulau Jawa masih akan mendominasi dengan kontribusi 56 persen hingga 60 persen.
Hal itu diperkirakan akan bertahan hingga 10 tahun ke depan kendati pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur di luar Jawa. Adapun untuk ekspor, dia menyebut hanya dilakukan jika mengalami kelebihan produksi dan tidak diserap pasar dalam negeri.
Tahun lalu volume ekspor mencapai 460.000 ton dengan negara tujuan di antaranya Maladewa, Mauritius, Timor Leste dan Bangladesh.
Tahun ini volume ekspor diproyeksikan meningkat menjadi 1,5 juta ton seiring dengan beroperasinya dua pabrik baru. Meski demikian dia menyebut tidak ada negara tujuan baru, karena perseroan akan memperkuat penetrasi di negara-negara yang selama ini sudah menjadi sasaran ekspor.
“Ekspor kami lakukan secara tradisional kalau punya kelebihan karena ekspor tidak menguntungkan biaya logistiknya mahal. Yang penting fixed cost tertutupi,” imbuhnya.
Sebelumnya, dalam keterangannya, Pemprov Jateng menyatakan sudah menerbitkan putusan terkait operasional pabrik Semen Indonesia di Rembang. Izin baru itu memuat dua keputusan; terkait lingkungan penambangan, serta izin pengoperasian pabrik yang diperkirakan berlangsung awal 2017.
Keputusan Gubernur tertanggal 9 November 2016 tentang izin lingkungan penambangan bahan baku semen serta pengoperasian Semen Indonesia. Gubernur juga diketahui mencabut izin Amdal proses pembangunan pabrik Semen Rembang tertanggal 7 Juni 2012, yang diterbitkan pada masa Gubernur Jateng Bibit Waluyo.
Selanjutnya, pada 9 November menerbitkan izin baru No.660.1/2016 tentang penambangan pabrik Semen Rembang.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Jateng Agus Sriyanto menjelaskan bahwa izin Amdal masih tetap sama, hanya mengubah perizinan lingkungannya. Dengan pemberian izin baru itu, operasional pabrik semen tetap berlanjut.
BISNIS.COM