TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, memprediksi kenaikan besaran upah minimum kabupaten pada 2017 tak akan terpaut jauh dengan 2016. Prediksi itu didasarkan jika perhitungan upah minimum tahun 2017 tetap mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan bukan pada survei kebutuhan hidup layak (KHL).
“Jika tren inflasi di Yogya benar-benar menurun, besaran upah 2017 tak akan terpaut jauh dengan tahun ini,” ujar Kepala Dinas Sosial Kulon Progo Eka Pranyata Jumat 7 Oktober 2016.
Baca Juga:
Eka memprediksi kenaikan upah pada 2017 untuk Kulon Progo masih 10 persen atau di rentang angka Rp 1,3 hingga Rp 1,4 juta per bulan. Upah Minimum Kulonprogo pada 2016 berada di dua terbawah UMK terendah di wilayah DIY yakni Rp 1.268.870.
UMK tahun ini tertinggi masih dipegang Kota Yogyakarta sebesar Rp 1.452.400, disusul Kabupaten Sleman sebesar Rp 1.338.000, lalu Kabupaten Bantul sebesar Rp 1.297.700, dan paling rendah Gunungkidul sebesar Rp 1.235.700.
Perhitungan UMK Kulon Progo dengan PP 78 tahun ini dinilai telah menaikkan upah yang berarti, dibanding UMK 2015 sebesar Rp 1.038.000 yang masih dihitung dengan survei kebutuhan hidup layak.
Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi menilai PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang dikeluarkan era kepemimpinan Presiden Joko Widodo merugikan buruh secara konstitusional, nominal, dan hak untuk berunding.
Lewat PP 78 tahun 2015 kenaikan upah minimum tak lagi didasarkan pada survei kebutuhan hidup layak. Tapi ditetapkan secara flat berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. “Ini artinya secara konstitusi buruh sangat dirugikan,” kata Kirnadi.
PRIBADI WICAKSONO