TEMPO.CO, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana menindak emiten-emiten yang saat ini sedang mengalami suspensi atau pelarangan sementara perdagangan efek di bursa saham dengan cara menghapus mereka dari pencatatan saham di Bursa Efek.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan saat ini Bursa Efek sedang menilai kembali apakah seharusnya perusahaan yang telah lama disuspensi itu masih mendapat kesempatan memperdagangkan sahamnya di bursa atau harus di-delist dari pencatatan bursa.
"Kalau suspensinya belum dua tahun, tapi tidak punya keinginan (untuk melantai di bursa) lagi, bisa. Ada yang sudah dua tahun lebih (disuspensi)," ujarnya di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 30 Agustus 2016.
Samsul mengatakan saat ini ada 28 perusahaan terbuka yang dihentikan perdagangannya untuk sementara waktu di pasar modal. Adapun beberapa pelanggaran yang biasanya dilakukan emiten sehingga mereka disuspensi di antaranya terdapat aktivitas perdagangan di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA), contohnya karena saham di perusahaan itu mengalami kenaikan atau penurunan harga yang cukup signifikan.
Lalu, adanya kesalahan dalam pencatatan laporan keuangan, terdapat perbedaan antara pengumuman atas corporate action dan kejadian sebenarnya, gagal membayar utang atau obligasi, insider trading atau menggoreng saham, serta penyalahgunaan dana hasil IPO atau rights issue.
Samsul menyebutkan saat ini Bursa telah membicarakan deretan panjang perusahaan yang memenuhi kriteria untuk delisting. Namun, sebelum aksi itu dilakukan, BEI akan lebih dulu memanggil emiten-emiten tersebut untuk dimintai pendapat.
Namun ada juga emiten yang nantinya harus dihapus secara paksa apabila telah terlalu lama disuspensi dan tidak bisa lagi dihubungi. "Laporan keuangan tidak ada pendapatan, usaha mereka tidak baik, manajemen tidak ada, kantor tidak bisa dicari, tidak ada contact person. Ini bisa kena force delisting," ucapnya.
DESTRIANITA K